Siti menjadi salah satu menteri di jajaran pemerintahan Joko Widodo yang dipercayai untuk mengemban tugas dua periode.
Lulusan International Institute for Aerospace Survey and Earth Science, Enschede, Belanda itu mengatakan jabatan adalah kepercayaan yang diberikan untuk mempermudah kerja atasan. Dirinya diarahkan dan diingatkan terkait defisit neraca berjalan dan lapangan kerja.
Baca juga: Siti: Ke depan konsep penanganan karhutla melalui pencegahan
Selain itu, perempuan kelahiran Jakarta, 28 Juli 1956 itu juga mengatakan mendapat arahan untuk menjaga iklim investasi, prosedur perizinan, termasuk yang telah dirintis Menteri Koordinator Perekonomian dan Sekretaris Kabinet yaitu berkaitan dengan kemudahan dan omnimbus law.
Menurut Siti, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang akan dipimpinnya lagi harus dapat membantu meningkatkan dan mendukung investasi tanpa meninggalkan unsur kelestarian alam. Dan bagian tersebut berarti mengakselerasi program Perhutanan Sosial yang sedang berjalan.
Perempuan yang pernah menjadi Sekretaris Jenderal Departemen Dalam Negeri dan menjabat sebagai Dewan Komisaris Pusri itu selama menjabat menjadi Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan di periode 2014-2019 telah merealisasikan Hutan Desa seluas 1.348.349,21 hektare (ha), Hutan Kemasyarakatan mencapai 666.458,82 ha, Hutan Tanaman Rakyat mencapai 340.837,68 ha, Kemitraan Hutan mencapai 319,414,78 ha, sedangkan Hutan Adat mencapai 34.569 ha dengan penyusunan indikatif hutan wilayah adat mencapai 472.000 ha dan segera ditambah 101.000 ha.
Mantan Sekretaris Jenderal DPD RI periode 2006-2013 itu juga mendapat tugas dari Presiden Joko Widodo untuk memperbaiki kondisi lingkungan, kondisi air, merehabilitasi lahan, serta mereboisasi untuk mengurangi bencana alam. Secara spesifik memperbaiki kondisi Danau Toba, Labuan Bajo dan Mandalika serta waduk-waduk yang kering.
KLHK menargetkan rehabilitasi hutan dan lahan Indonesia mencapai 375.750 ha di 2019. Sedangkan rehabilitasi yang telah dilaksanakan mencapai 188.630 ha di 2018 dan 200.990 ha di 2017.
Pekerjaan rumah Siti
Arahan yang diberikan Presiden sangat jelas bahwa Siti Nurbaya sebagai Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan wajib menuntaskan tugas-tugas sebelumnya.
Direktur Eksekutif Yayasan Madani Berkelanjutan Teguh Surya mengatakan investasi hijau, kebakaran hutan dan lahan, Perhutanan Sosial menjadi tiga isu sentral yang menjadi pekerjaan rumah yang perlu diselesaikan di periode berikutnya.
Baca juga: Pelantikan Presiden, Siti Nurbaya sebut visi kerja Jokowi struktural
Menurut dia memang harus mulai dari sekarang kabinet di pemerintahan Joko Widodo-Ma'ruf Amin memperkuat konsep pertumbuhan ekonomi tanpa merusak lingkungan. Ini memang termasuk kontradiktif, karena selama ini investor tidak diberi koridor jelas batasan investasi tanpa merusak lingkungan, sedangkan penegakan hukum tidak "berani" karena investasi.
Contohnya 3,1 juta ha perkebunan kelapa sawit ilegal atau beroperasi tanpa izin di kawasan hutan seperti temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
"Jadi pemerintah, harus koreksi dulu. Indonesia harus sadar memiliki sumber daya, demografi, maka harusnya investasi hijau harus dijalankan karena 2030 sudah bisa deklarasikan negara berdagang produk berkelanjutan," ujar Teguh.
Selanjutnya yang menjadi pekerjaan rumah Siti, menurut dia, program Perhutanan Sosial. Ketidakjelasan data dari pemerintah termasuk soal kawasan hutan menjadi persoalan untuk melancarkan penetapan atau perizinan pengelolaan kawasan hutan untuk Perhutanan Sosial.
"Para pihak juga tumpang tindih data, tidak ada satu pun Lembaga Swadaya Masyarakat tahu persis lokasi 3,5 juta ha kawasan Perhutanan Sosial. Sementara kita berniat baik berkontribusi mengukur Perhutanan Sosial untuk penurunan emisi," kata Teguh.
Akses dan keterbukaan informasi harus lebih inklusif sehingga 12,7 juta ha hutan yang dicadangkan untuk Perhutanan Sosial dapat segera tersalurkan. "Jika itu selesai semua kan berarti kaitannya dengan pencapaian NDC untuk iklim juga," ujar dia mengaitkan Perhutanan Sosial dengan target memenuhi Nationally Determined Contributions (NDC) Indonesia untuk menurunkan emisi gas rumah kaca 29 persen di 2030 dengan upaya sendiri dan 41 persen dengan bantuan pihak lain.
Dan pekerjaan rumah lainnya, Teguh mengatakan terkait penanganan kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Jalan keluarnya sebenarnya sudah ada, yakni gambut dibasahi. Tapi persoalannya restorasinya lemah dan persoalan serius lainnya ada di ketidakakuran lembaga pemerintah yang menangani ini.
"Bagaimana karhutla mau selesai. Menteri dan presiden harus benar-benar pimpin restorasi gambut ini. BRG menyebut telah merestorasi sekitar 600.000 ha, sedangkan yang terestorasi di wilayah konsesi sekitar 3,1 juta ha, tapi apa benar begitu?" kata Teguh.
Ia menyarankan agar hasil review Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait sumber daya alam digunakan. Lalu investasi hijau dijalankan, karena sebenarnya aturannya sudah ada semua dalam Paris Agreement, dalam pasal 33 ayat 4 UUD 1945 yang berbunyi Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
Ia berharap ada nilai tambah dan langkah maju dalam lingkungan hidup oleh Presiden dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan di periode dua pemerintahannya. Terlebih visinya sangat menarik menciptakan sumber daya manusia yang unggul.
"Maka pondasinya lingkungan yang sehat. Bagaimana bisa anak-anak sekolah jika banjir, mana bisa anak-anak sekolah kalau asap karhutla begitu pekat. Ini miris sekali," ujar dia.
Sementara itu, Manager Kampanye Iklim Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Yuyun Harmono mengatakan memang ada pekerjaan rumah yang belum selesai di periode pertama Siti Nurbaya, misalnya soal kebakaran hutan dan lahan yang meningkat di 2019 dibanding tiga tahun terakhir. Hingga akhir September 2019 luasan karhutla mencapai 857.756 ha, atau meningkat sekitar 500.000 ha hanya dalam satu bulan saja.
"Tentu ini akan menambah emisi," kata Yuyun.
Pekerjaan rumah selanjut, menurut Yuyun, yakni soal akselerasi Perhutanan Sosial dan Reformasi Agraria yang cenderung lambat. Dari 12,7 juta ha kawasan hutan yang dialokasikan untuk Perhutanan Sosial baru sekitar 16 persen yang terealisasi.
Dan pekerjaan rumah lainnya ia mengatakan soal moratorium dan penegakan hukum pemegang konsesi, terutama yang lahannya terbakar. Pencabutan izin harus dilakukan pada pemegang konsesi yang lahannya terbakar berulang.
Baca juga: Siti Nurbaya kembali ditunjuk sebagai Menteri LHK
Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2019