Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Bhakti Dharma Husada (BDH) Kota Surabaya, Jawa Timur, bakal dilengkapi fasilitas kedokteran nuklir pada 2020.pelayanan ini sudah pasti aman dan tidak ada dampak untuk masyarakat di sekitar rumah sakit
"Selama ini pasien-pasien dari Surabaya yang membutuhkan penanganan selalu keluar kota, terutama pasien penyakit kanker. Itu lah mengapa kita buat kedokteran nuklir ini, supaya warga tidak perlu keluar kota untuk mendapatkan pelayanan ini," kata Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Surabaya, Febria Rachmanita saat menggelar jumpa pers di Surabaya, Rabu.
Menurut dia, fasilitas kedokteran nuklir di Kota Surabaya selama ini hanya ada di RSUD Dr. Soetomo. Makanya, kata dia, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini meminta Dinkes untuk menyediakan fasilitas kedokteran nuklir ini demi warga Kota Surabaya.
Baca juga: Pemkot Surabaya bentuk tim pelayanan kedokteran nuklir-radioterapi
Baca juga: PKNI: Terapi kedokteran nuklir jauh lebih hemat
Febria mengatakan jumlah penderita penyakit kanker payudara pada 2018 mencapai 5.635 jiwa dan pada 2019 mengalami penurunan menjadi 3.896 jiwa. Di samping itu, penyakit tertinggi setelah kanker adalah hiperteroid dan keganasan liver.
"Penyakit semacam ini dapat diterapi menggunakan kedokteran nuklir, sehingga ini sangat penting untuk warga Kota Surabaya," katanya.
Ia memastikan pembangunan fasilitas kedokteran nuklir ini sudah berkoordinasi dengan berbagai pihak. Bahkan, lanjut dia, dalam setiap prosesnya selalu didampingi oleh pihak kepolisian, kejaksaan, tim ahli nuklir, akademisi dan Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN).
"Jadi, kami tidak sendirian karena didampingi oleh para ahlinya langsung. Termasuk terkait dengan alur layanan nuklir di RS BDH. Jadi, pelayanan ini sudah pasti aman dan tidak ada dampak untuk masyarakat di sekitar rumah sakit," katanya.
Sementara itu, Ahli kedokteran nuklir RSUD dr Soetomo dr. Stepanus Massora SpKN yang nantinya akan menjadi dokter di BDH itu mengatakan kedokteran nuklir ini tidak hanya untuk mengobati penderita kanker saja karena setiap penyakit kanker itu memiliki cara terapi yang berbeda-beda.
"Nah, ada salah satu penyakit kanker itu hanya bagus pengobatannya dengan kedokteran nuklir. Salah satunya adalah kanker payudara," kata Stephanus.
Ia menjelaskan nantinya teknis pengobatannya juga berbeda-beda tergantung jenis kankernya. Ada yang diminum, disuntikkan, dan ada pula yang dihirup. "Jadi, cara penanganan setiap kanker itu berbeda-beda. Teknisnya pun berbeda-beda," ujarnya.
Sementara itu, Kabid Bangunan Gedung Dinas Perumahan Rakyat Kawasan Permukiman Cipta Karya dan Tata Ruang (DPRKP CKTR) Iman Krestian mengatakan fasilitas nuklir ini akan dibangun di gedung sebelah selatan. Gedung tersebut akan dirobohkan untuk fasilitas tersebut.
"Nanti akan dibangun tiga lantai. Lantai satu di bawah tanah atau basemen dan dua lantai lainya di atas permukaan tanah. Tiap lantai luasnya 800 meter persegi, jadi kalau tiga lantai total luasnya 2.400 meter persegi," kata Iman.
Ia menjelaskan, saat ini pihaknya terus mematangkan desain dasar dan hal-hal yang diperlukan untuk proses lelang. "Jadi, nanti yang mendesain adalah kontraktornya sendiri berikut pengerjaannya," ujarnya.
Iman menambahkan, sesuai rencana lelang proyek ini akan dilakukan pada akhir tahun untuk manajemen konstruksi (MK)-nya. Selanjutnya, sekitar Februari kontraktor lelang, April sudah ada kontraktor pelaksananya dan Mei atau Juni sudah bisa dimulai pelaksanaan konstruksinya.
"Kalau semuanya lancar, Insyallah kami targetkan Desember 2020 sudah bisa digunakan. Apalagi pengadaan peralatannya nanti paralel, sehingga sama-sama jalan," katanya.
Baca juga: Pemanfaatan teknologi kesehatan berbasis nuklir masih tertinggal
Pewarta: Abdul Hakim
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2019