• Beranda
  • Berita
  • Pasca-Susi, KKP terus suarakan berantas illegal fishing global

Pasca-Susi, KKP terus suarakan berantas illegal fishing global

24 Oktober 2019 09:20 WIB
Pasca-Susi, KKP terus suarakan berantas illegal fishing global
Dirjen Perikanan Tangkap KKP M Zulficar Mochtar. ANTARA/HO KKP

Indonesia terus menyuarakan pemberantasan Illegal, Unreported, and Unregulated (IUU) Fishing di tingkat global

Setelah Susi Pudjiastuti tidak lagi menjabat Menteri Kelautan dan Perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tetap terus menyuarakan pemberantasan penangkapan ikan ilegal di tingkat global.

"Indonesia terus menyuarakan pemberantasan Illegal, Unreported, and Unregulated (IUU) Fishing di tingkat global," kata Dirjen Perikanan Tangkap KKP M Zulficar Mochtar dalam siaran pers di Jakarta, Kamis.

Zulficar juga baru saja menyuarakan hal tersebut dalam KTT tentang Keselamatan Kapal Perikanan dan IUU Fishing yang berlangsung di Malaga, Spanyol, Oktober 2019.

Dalam KTT internasional tersebut, Zulficar menyampaikan bahwa Indonesia mendorong pemberantasan penangkapan ikan ilegal melalui peningkatan standar kualitas keselamatan dan keamanan kapal perikanan.

Konferensi ini bertujuan untuk mendorong ratifikasi Cape Town Agreement 2012 (CTA 2012), sebuah instrumen internasional terkait keselamatan kapal perikanan. Berlakunya CTA 2012 akan membantu setiap negara untuk memberantas IUU Fishing dengan membentuk standar keselamatan internasional bagi kapal perikanan.

"Hal ini tak lain karena pada praktiknya, pelaku IUU Fishing seringkali menggunakan kapal-kapal yang tidak memenuhi standar keamanan dan kelayakan kapal," kata Zulficar.

Baca juga: Gantikan Susi, Edhy Prabowo diminta lanjutkan berantas IUU Fishing

Di hadapan perwakilan 148 negara yang hadir Zulficar menyampaikan, Indonesia telah menerapkan kebijakan-kebijakan yang tegas dalam upaya memberantas IUU Fishing.

"Beberapa di antaranya melalui penenggelaman kapal untuk memberikan efek jera, larangan alih muat di tengah laut, dan larangan alat tangkap yang merusak lingkungan," ujarnya.

Menurut Zulficar, kebijakan-kebijakan tersebut sejalan dengan Sustainable Development Goals 14 yang bertujuan untuk menjaga agar pemanfaatan laut dilakukan secara keberlanjutan.

Selain itu, ujar dia, pemberantasan IUU Fishing juga dilakukan untuk mempertahankan kedaulatan negara, menjamin keberlanjutan sumber daya ikan, dan memastikan kesejahteraan masyarakat kelautan dan perikanan.

Baca juga: Susi Pudjiastuti suarakan pemberantasan illegal fishing sejak 2005

Baca juga: Susi: Saatnya ada monumen pemberantasan "illegal fishing"


Zulficar menjelaskan, sebagai upaya preventif terhadap praktik IUU Fishing, Indonesia juga telah meratifikasi dua instrumen internasional mengenai pencegahan IUU Fishing. Keduanya yakni Port States Measures Agreement pada tahun 2016 dan Standard Training and Certification and Watchleeping for Fishing Vessel Personel pada tahun 2019.

"Pekerjaan di atas kapal perikanan merupakan pekerjaan beresiko tinggi dan rentan terhadap kecelakaan dan kematian. Praktik kerja di atas kapal seringkali mengakibatkan adanya kekerasan fisik, jam kerja awal kapal yang berlebihan, dan minimnya kelayakan kondisi kerja. Memperhatikan kondisi ini, Indonesia menyampaikan komitmennya untuk meratifikasi CTA 2012," ucap Zulficar.

CTA 2012 akan berlaku dalam jangka waktu 12 bulan setelah paling sedikit 22 negara, dengan total keseluruhan jumlah kapal sebanyak 3.600 dengan panjang minimal 24 meter yang beroperasi di laut lepas menyatakan kesepakatannya untuk terikat dalam perjanjian ini.

Hingga saat ini, terdapat 13 negara yang telah meratifikasi CTA yaitu Belgia, Congo, Kepulauan Cook, Denmark, Prancis, Jerman, Islandia, Belanda, Norwegia, Saint Kitts and Nevis, Sao Tome and Principe, Afrika Selatan, dan Spanyol.

"Ratifikasi terhadap CTA 2012 ini akan memperkuat posisi Indonesia sebagai negara yang berkomitmen kuat dalam pemberantasan IUU Fishing," kata Zulficar.

Baca juga: KKP tangkap kapal ikan Vietnam dan Malaysia pelaku "illegal fishing"
 

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2019