Sekretaris Jenderal DPP PPP Arsul Sani mengatakan, partainya mengharapkan posisi wakil menteri di beberapa kementerian, khususnya Kementerian Agama.Kalau tidak dikasih ya tidak perlu 'mutung' (ngambek), tidak perlu marah-marah lalu mengancam cabut dukungan Jokowi, ujarnya
"Kalau teman-teman di PPP kemudian mengatakan kok cuma dapat satu menteri, saya katakan kita mohon lagi, minta lagi kepada Presiden Jokowi, kalau ada posisi wakil menteri, ya PPP dibagi," kata Arsul di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis.
Dia mengatakan, PPP tidak mengincar posisi wakil menteri agama karena ingin keluar dari pakem tradisional, namun dirinya tidak menutup mata kalau ada kader partainya yang berharap posisi di Kemenag.
Baca juga: FPPP: Beberapa kementerian butuh wakil menteri
Menurut dia, kalau Presiden Jokowi berbaik hati memberikan kader PPP sebagai posisi Wamenag, maka partainya akan sangat berterimakasih kepada Presiden.
"Kalau tidak dikasih ya tidak perlu 'mutung' (ngambek), tidak perlu marah-marah lalu mengancam cabut dukungan Jokowi," ujarnya.
Arsul mengatakan, PPP memiliki kader-kader yang mumpuni untuk menempati posisi wakil menteri atau kepala badan, dan itu merupakan hak prerogatif presiden untuk menunjuk.
Baca juga: Soal kabinet, Arsul Sani: PPP tidak ambil pusing
Dia mencontohkan kader PPP yang mumpuni seperti Zainut Tauhid, yang berpengalaman menjadi anggota DPR RI tiga periode, wakil ketua umum MUI dan ketika masih muda pernah menjadi Ketua Umum IPNU.
"Lalu ada Ermalina, di periode lalu menjadi Wakil Ketua Komisi IX DPR yang membidangi kesehatan dan ketenagakerjaan," katanya.
Selain itu, Arsul mengatakan, PPP menyadari bahwa posisi jabatan di Kabinet Indonesia Maju memang terbatas karena berdasarkan UU tentang Kementerian Negara membatasi presiden hanya memiliki maksimal 34 menteri dan pejabat setingkat menteri.
Baca juga: Akademisi sebut minta 'jatah' menteri mendidik pamrih berjuang
Menurut dia, jabatan yang tersedia hanya 34 menteri, sedangkan yang ingin mendapatkan jabatan tersebut banyak, bukan hanya parpol koalisi, namun juga kelompok relawan dan kelompok profesional.
"Persoalannya kabinet dari dulu selalu ada partai dan non-partai. Ketika ada yang non partai, apalagi Jokowi sudah mengindikasikan justru lebih besar 55 persen, maka mau tidak mau yang untuk partai lebih terbatas," katanya.
Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Edy Supriyadi
Copyright © ANTARA 2019