• Beranda
  • Berita
  • Setwapres minta komitmen politik Pemda turunkan stunting

Setwapres minta komitmen politik Pemda turunkan stunting

25 Oktober 2019 20:10 WIB
Setwapres minta komitmen politik Pemda turunkan stunting
Hingga 8 Oktober 2019, jumlah balita Riau yang alami stunting 28.171 balita atau 17,83 persen dari total balita Riau sebanyak 193.688 jiwa. (ANTARA/Frislidia/Fuji Rahayu)

Komitmen politik kepala daerah ini sangat penting

Sekretariat Wakil Presiden (Setwapres) RI meminta komitmen politik seluruh Pemerintah daerah (Pemda) di Tanah Air, untuk menurunkan angka "stunting" atau kondisi tubuh pendek pada anak.

"Komitmen politik kepala daerah ini sangat penting karena akan memengaruhi gerak organisasi perangkat daerah dalam memerangi stunting," kata Asisten Deputi Perlindungan Sosial dan Penanggulangan Bencana Setwapres, Abdul Muis melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat.

Tuntutan komitmen politik tersebut dibutuhkan karena selama ini banyak daerah di Tanah Air yang menutupi kondisi gizi di wilayahnya agar dinilai berkinerja baik oleh pemerintah pusat.

Baca juga: LSM sebut penyebab stunting karena minimnya sanitasi air

Komitmen politik tersebut salah satunya dapat dilakukan dengan penerbitan regulasi maupun kebijakan yang dapat berkontribusi pada pengurangan prevalensi stunting.

Selama ini, ujar dia, pemerintah sudah banyak menjalankan berbagai program dan kegiatan terkait dengan pencegahan stunting. Namun, permasalahannya program-program tersebut masih belum terkoordinasikan dengan baik dan tidak terjadi konvergensi.

"Padahal, untuk melakukan pencegahan stunting dan persoalan gizi lainnya diperlukan konvergensi antarprogram," kata Muis.

Penerapan program kerja pencegahan stunting tidak bisa dilakukan secara parsial dan sendiri-sendiri. Oleh karena itu, dengan strategi percepatan pencegahan stunting, pemerintah pusat ingin memastikan program tersebut menyasar kelompok sasaran yang sama.

"Kelompok sasaran tersebut yaitu rumah tangga yang mempunyai ibu hamil dan anak usia nol hingga 23 bulan atau rumah tangga 1000 HPK," katanya.

Desa atau kelurahan yang menjadi lokasi prioritas, harus dipastikan menerima program dan kegiatan yang diperlukan untuk melakukan percepatan pencegahan stunting.

Stunting terjadi bukan hanya disebabkan oleh tidak tersedianya program dan kegiatan pemerintah. Tetapi juga terkait dengan perilaku masyarakat di antaranya pola makan, pola asuh dan sanitasi.

Sebagai contoh, pemerintah sudah memberikan tablet tambah darah untuk ibu hamil. Tetapi masih sedikit sekali mereka mengonsumsinya. Kemudian contoh lainnya yaitu pemberian Air Susu Ibu (ASI) ekslusif yang angkanya masih belum menggembirakan serta jumlah orang buang air besar sembarangan.

Untuk diketahui, angka prevalensi stunting Tanah Air masih berada di angka 30,8 persen pada 2018. Kemudian, berdasarkan hasil perhitungan Survei Status Gizi Balita di Indonesia (SSGBI) tercatat angka prevalensi stunting menjadi 27,67 persen atau turun 3,1 persen.

Baca juga: Kasus stunting banyak ditemui keluarga menikah usia muda

Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2019