Jakarta (ANTARA News) - BPPT mulai melakukan riset fotobioreaktor plankton penyerap karbon (CO2) terkait upaya pengurangan Gas Rumah Kaca (GRK) yang harus mulai dilakukan oleh semua pihak di dunia dalam mengurangi dampak pemanasan global di masa depan.
"Plankton mampu menyerap karbon, karena itu kita perlu membudidayakan plankton," kata Direktur Pusat Teknologi Lingkungan BPPT Kardono PhD seusai seminar "Perubahan Iklim (Global Warming): Isu Internasional, Kebijakan Pemerintah Indonesia dan Peran BPPT di Jakarta, Selasa.
Plankton, katanya, selain menyerap karbon, juga bisa dibudidayakan menjadi bahan bakar nabati (biofuel) dengan memasukkannya dalam cerobong asap pabrik, tempat pembuangan karbon.
"Setelah jenuh CO2, plankton tersebut dipanen," katanya dan menambahkan, uji coba plankton sebagai penyerap karbon di dunia masih dalam skala riset di laboratorium, namun Jerman sudah melakukan riset di skala pilot project.
Selain itu, upaya mengurangi CO2 di udara bisa dilakukan dengan menangkap karbon dan menginjeksinya ke dalam tanah (injection to geological formation) yang sudah diujicobakan secara teknis, namun belum dilakukan secara ekonomis, katanya.
Selain itu, BPPT juga sedang membuat neraca GRK dengan mencari dan membuat metode penghitungan penyerapan karbon baik oleh hutan dan oleh laut, berapa emisi udara yang dikeluarkan secara total nasional dan berapa yang diserap oleh sumber daya nasional yang ada.
"Kita hitung juga dari sektor energi, dari transportasi, industri, pertanian, dan limbah. Ini penting untuk hitung-hitungan skema Mekanisme Pembangunan Bersih (CDM) dan REDD (Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation -red) yang disetujui dalam Bali Roadmap, dana adaptasi dan alih teknologi," katanya.
Namun, elaborasi dari Bali Roadmap masih akan dibahas pada COP (Conference of Parties) ke-14 United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) di Polandia, sedangkan perjanjian perubahan iklim pasca 2012 masih akan dilakukan di COP ke-15 di Denmark pada 2009, ujarnya.
Plt Kepala BPPT Wahono Sumaryono dalam pidato kuncinya mengatakan dari penelitian yang dilakukan di beberapa lokasi, kenaikan muka air laut Indonesia sudah mencapai 8mm per tahun, sehingga bila upaya pengurangan emisi gas rumah kaca tidak dilakukan diperkirakan kenaikan muka air laut bisa mencapai 60cm pada tahun 2070.
"Indonesia perlu membuat analisis komprehensif dan rinci soal kebutuhan teknologi yang mempunyai potensi besar menurunkan emisi CO2 dan dalam adaptasi terhadap dampak perubahan iklim, karena Indonesia merupakan negara kepulauan dan memiliki daerah pantai yang panjang yang rentan perubahan iklim dan harus diprioritaskan UNFCCC," katanya.(*)
Pewarta: kunto
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008