Hal itu seperti yang dikatakan Ketua Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah PD Aisyiah, Suharni pada hari kedua kegiatan sosialisasi pencegahan perdagangan orang di Lantai IV Kantor Bupati Nunukan di Nunukan, Rabu.
Ia menjelaskan, ke-11 anak korban TPPO ini telah ditangani sejak beberapa tahun lalu melalui lembaga pendidikan Panti Asuhan Ruhama
yang terletak di Jalan Pangeran Antasari Kelurahan Nunukan Timur.
Pada umumnya, anak-anak korban TPPO yang dibina tersebut dipekerjakan bersama orangtuanya di Negeri Sabah tanpa mengunakan
dokumen keimigrasian yang sah dan tidak bisa mendapatkan pendidikan yang layak.
Suharni menambahkan, puluhan anak eks TKI ini diserahkan kepada Panti Asuhan Ruhama setelah ditangani atau didata oleh Dinas
Pemberdayaan Perempuan dan aparat kepolisian serta P2TP2A Nunukan.
Bahkan ada anak telah berusia 16 tahun juga korban TPPO yang diserahkan kepada panti asuhan ini dalam kondisi psikisnya tidak stabil.
Sehubungan pengelola Panti Asuhan Ruhama tidak mampu menangani karena usianya masuk remaja sehingga diserahkan kepada
Kementerian Sosial di Jakarta.
Anak ini, kata Suharni, dibawa oleh kedua orangtuanya bekerja di Malaysia saat masih usia balita dan baru dikembalikan ke Kabupaten
Nunukan sudah memasuki usia remaja.
Ia mengungkapkan, Panti Asuhan Ruhama memang menjadi hilir dari penanganan anak-anak korban TPPO di Malaysia selama ini. Oleh
karena itu, panti asuhan binaan PD Muhammadiyah Kabupaten Nunukan terus berkomitmen mengakomodir dan membina anak-anak korban
perdagangan orang.
"Selama ini memang Pantia Asuhan Ruhama ini menjadi akhir dari penanganan anak korban TPPO dari Malaysia. Jadi ada 11 anak korban
TPPO yang dibina dan di sekolahkan di panti kami," ujar dia.
Baca juga: LPAI: Kepercayaan diri anak korban TPPO harus dibangkitkan
Baca juga: Korban TPPO modus pengantin melibatkan anak di bawah umur
Pewarta: Rusman
Editor: Tunggul Susilo
Copyright © ANTARA 2019