• Beranda
  • Berita
  • Pengamat nilai penyebab teknis kecelakaan JT 610 paling rumit

Pengamat nilai penyebab teknis kecelakaan JT 610 paling rumit

30 Oktober 2019 21:23 WIB
Pengamat nilai penyebab teknis kecelakaan JT 610 paling rumit
Pengamat Penerbangan CommunicAvia Gerry Soejatman (ANTARA/ Juwita Trisna Rahayu)

udah lama sekali tidak ada kecelakaan dengan masalah teknisnya sangat tinggi dan sulit dijelaskan karena sejelimet ini

Pengamat Penerbangan CommunicAvia Gerry Soejatman menilai penyebab teknis kecelakaan pesawat Boeing 737 Max 8 milik Lion Air dengan penerbangan JT 610 paling rumit.

“Sudah lama sekali tidak ada kecelakaan dengan masalah teknisnya sangat tinggi dan sulit dijelaskan karena sejelimet ini,” kata Gerry saat ditemui ANTARA di Jakarta, Rabu.

Seperti yang telah dirilis oleh Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) terkait laporan akhir investigasi bahwa salah satu faktor yang berkontribusi adalah sistem baru dalam pesawat Boeing 737 Max 8, yakni Maneuvering Characteristics Augmentation System (MCAS).

Baca juga: Boeing minta maaf pada keluarga korban Lion AirJT 610

Dalam sistem tersebut juga terdapat “angle of attack” di mana yang sebelumnya mengalami kerusakan dalam penerbangan dari China, kemudian Denpasar-Jakarta hingga Jakarta-Pangkal Pinang di mana pilot tidak bisa menanganinya dan terjadi kecelakaan.

Ketidakmampuan pilot menangani kondisi tersebut bukan hanya kerusakan AoA yang ternyata miskalibrasi saat diperbaiki, melainkan juga kerusakan yang tidak dicatat sehingga tidak diketahui teknisi.

“Miskalibrasi ini teknisi di lapangan melakukannya setingkat apa, kalibrasi itu kan dilakukan di bengkel komponen yang izinnya baru dicabut,” katanya.

Kemudian, ditambah dengan penanganan MCAS tidak ada dalam buku manual yang seharusnya dicantumkan oleh perusahaan manufaktur, dalam hal ini Boeing.

Sehingga, dalam catatan KNKT terdapat sembilan faktor berkontribusi yang semuanya berkaitan dalam kecelakaan tersebut.

Gerry mengatakan Boeing harus segera menambah dua sensor AoA yang menjadi bagian dari MCAS itu karena sebelumnya hanya dipasang satu sensor dan sangat tidak stabil (noisy).

MCAS adalah alat otomatis untuk mencegah terjadinya “stall” dalam penerbangan, stall adalah keadaan di mana adanya ketidakseimbangan antara tekanan udara di atas dan di bawah sayap yang menyebabkan hilangnya daya angkat.

“Enggak ada jalan lain, Boeing harus pakai dua sensor AoA seperti yang dijanjikan, mereka berhutang ke semua pihak, ke konsumen, ke penumpang, dan ke masyarakat,” katanya.

Dari kecelakaan itu, Boeing disebut mengalami kerugian dari pembekuan Boeing 737 Max hingga 8 miliar dolar AS dan nilai perusahaan yang turun hingga 45 miliar dolar AS.

“Dampaknya sangat besar, seingat saya belum pernah ada kejadian sebesar ini,” ujar Gerry.

Baca juga: Lion Air laksanakan rekomendasi KNKT soal JT 610
Baca juga: Menhub minta semua pihak hormati laporan akhir investigasi Lion JT 610

Pewarta: Juwita Trisna Rahayu
Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2019