Infrastruktur dan lokasi Bandara Husein Sastranegara sangat tepat untuk menjadi hub pesawat propeller
PT Angkasa Pura II menjadikan Bandara Husein Sastranegara Bandung hub untuk pesawat baling-baling atau propeller agar pengoperasian lebih optimal dalam mendukung pertumbuhan perekonomian serta pariwisata di Jawa Barat.
“Infrastruktur dan lokasi Bandara Husein Sastranegara sangat tepat untuk menjadi hub pesawat propeller. Saat ini sudah ada 68 penerbangan propeller setiap hari untuk terbang dan mendarat,” kata Direktur Utama PT Angkasa Pura II Muhammad Awaluddin dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.
Ia menargetkan jumlah segera bertambah lagi, baik itu pembukaan rute baru atau penambahan frekuensi di rute eksisting, yakni estimasinya bisa menjadi 100 penerbangan sampai akhir tahun 2019 ini.
Adapun maskapai yang saat ini mengoperasikan propeller di Bandung adalah Wings Air, Garuda Indonesia, NAM Air dan Citilink, dengan berbagai rute tujuan antara lain Surabaya, Bengkulu, Yogyakarta, Tanjung Karang, Halim Perdanakusuma, Solo, Pangkal Pinang, dan lain sebagainya.
Sejumlah rencana pengembangan di Bandara Husein Sastranegara juga akan disesuaikan menyusul keputusan menjadikan bandara itu sebagai hub propeller, di antaranya terkait dengan bengkel pesawat atau MRO (maintenance, repair, overhaul).
“Kami sudah berbicara dengan PT Dirgantara Indonesia terkait dengan MRO di Bandara Husein Sastranegara,” kata Awaluddin.
Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa Bandara Husein Sastranegara yang menjadi hub propeller ini akan mendukung penuh operasional Bandara Kertajati di Majalengka.
AP II sendiri menyiapkan Bandara Kerjati untuk melayani penerbangan pesawat jet baik itu berbadan sedang (narrow body) atau berbadan lebar (wide body).
“Bandara Kertajati itu adalah masa depan dari Jawa Barat. Landaspacu di bandara itu berukuran 3.000 x 60 meter sudah bisa untuk melayani penerbangan wide body bukan saja Airbus A330 atau Boeing 777, tapi juga hingga sekelas Airbus A380.“
Ke depannya, lepaslandas Kertajati bahkan bisa diperpanjang hingga 3.500 meter dan masih ada lahan untuk membangun lepaslandas kedua.
“Sementara, di Husein Sastranegara ukuran lepaslandas 2.220 x 45 m yang maksimal hanya bisa narrow body karena sudah tidak mungkin lagi melakukan pengembangan lepaslandas di sana. Belum lagi luasan gedung terminal yang hanya mampu menampung maksimal 4 juta pergerakan penumpang per tahun. Area lahan untuk perluasan bangunan juga terbatas. Jadi, memang ada keterbatasan untuk pengembangan bandara,” jelas Muhammad Awaluddin.
Saat ini memang masih terdapat kendala yang dihadapi Kertajati yakni perihal aksesibiitas.
“Tapi, ketika jalan tol Cisumdawu selesai, masyarakat dari kawasan Bandung Raya, Cirebon, Indramayu, Majalengka dan Kuningan akan lebih mudah dan nyaman berangkat dari Bandara Kertajati. Juga bila jalan tol elevated Jakarta-Cikampek sudah beroperasi maka calon penumpang pesawat dari Bekasi, Cikarang, Karawang, diperkirakan lebih memilih berangkat dari Bandara Kertajati dibandingkan misalnya dari Bandara Halim Perdanakusuma atau Bandara Soekarno-Hatta” ujar Muhammad Awaluddin.
Muhammad Awaluddin mengatakan ini konsep yang dibangun Angkasa Pura II dalam mengelola Kertajati, Husein Sastranegara, Halim Perdanakusuma dan Soekarno-Hatta sebagai bandara bandara yang terintegrasi dalam konteks operasi kebandarudaraan.
Operasional keempat bandara tersebut, jelas Muhammad Awaluddin, difokuskan pada konsep integrated multi-airport system.
“Konsep integrated multi-airport system ini membuat keempat bandara saling mendukung, di mana trafik penumpang dan penerbangan terdistribusi dengan baik di antara empat bandara tersebut.”
Pada akhirnya, konsep integrated multi-airport system ini juga mendukung pengembangan area megapolitan di Jawa Barat hingga Jabodetabek.
Baca juga: Wings Air buka rute penerbangan Pangkalpinang-Bandung
Baca juga: Penerbangan di Bandara Husein Bandung tak terganggu pascagempa Banten
Pewarta: Juwita Trisna Rahayu
Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2019