Polemik aibon di DKI Jakarta

31 Oktober 2019 18:37 WIB
Polemik aibon di DKI Jakarta
Ilustrasi - Lem Aibon. (ist)
Sudarman yang menjabat sebagai Kasubag Tata Usaha Suku Dinas Pendidikan Wilayah 1 Jakarta Barat tidak menyangka lem aibon yang ia tulis menjadi sumber kehebohan 
di publik.

Lem itu sebagai bagian dari komponen alat tulis kantor (ATK) dalam rancangan anggaran untuk tahun 2020.

Lem aibon yang tercantum sebesar Rp82,8 miliar dalam Rancangan Kebijakan Umum Anggaran Prioritas Plafon Sementara (RKUA PPAS) Dinas Pendidikan DKI itu berasal dari pemikiran sederhana Sudarman. Dia merasa nantinya komponen itu akan diubah.

"Iya salah pilih. Jadi karena ada pilihan lain, ada banyak pilihan lain, artinya saya ga beroikir sampai sejauh ini. Katakanlah kebutuhan aibon itu menjadi viral sampai begini," ujar Sudarman.

Sambil terkekeh saat ditanya oleh wartawan, Sudarman mengaku secara sadar menuliskan lem aibon sebagai bagian dari komponen anggaran ATK.

"Kalau menurut saya kan yang simple gitu karena untuk ke depannya pasti diubah. Karena memang kebutuhan," katanya.

"Misalnya saya cantumkan nilai pulpen pun, pulpen kok 82 miliar untuk apa. Saya cantumkan kertas pun kertas kok 82 miliar nah itu untuk apa. Itu kan sebetulnya sama aja," kata pria berkacamata itu.

Komponen janggal berupa lem aibon itu pun sempat viral akibat unggahan salah satu politisi PSI William Aditya Sarana mengenai rancangan anggaran 2020 untuk Dinas Pendidikan DKI Jakarta.

William bahkan menyindir dinas bahwa para murid mendapatkan kaleng lem aibon sebanyak dua kaleng setiap bulan.

"Ternyata Dinas Pendidikan menyuplai dua kaleng lem aibon per murid setiap bulannya. Buat apa?," tulis William dalam media sosialnya.

Baca juga: Wali Kota Jakbar minta anggotanya awasi ketat usulan anggaran
Baca juga: Wakil komisi A DPRD DKI ingatkan William PSI soal lem aibon
Kasubag TU Suku Dinas Pendidikan Wilayah 1 Jakarta Barat Sudarman yang menginput aibon dalam anggaran 209 sekolah di Jakarta Barat untuk 2020 di Balai Kota DKI jakarta, Rabu (30/10/2019). (ANTARA/Livia Kristianti)
Percontohan
Namun Kepala Bappeda DKI Jakarta Sri Mahendra menyampaikan bahwa komponen- komponen yang saat ini tercantum dalam RKUA-PPAS hanya sebuah dummy atau biasa dikenal sebagai percontohan yang harus dimasukan terlebih dahulu dalam sistem e-budgeting agar terhitung dalam sistem.

Pada Rancangan Anggaran Dinas Pendidikan 2020, ATK merupakan bagian dari salah satu komponen yang mau diajukan termasuk lem aibon yang tertulis menjadi bagian ATK dalam anggaran Suku Dinas Pendidikan Wilayah I Jakarta Barat.

 Yang pasti, proses pembahasan rencana anggaran sampai saat ini belum sampai pada komponen secara ketentuan. "Jadi sifatnya komponen itu ya dalam tanda kutip sebetulnya curi- curi start," kata Sri Mahendra.

E-budgeting yang sudah ada, nantinya dibahas secara rinci bersama antara  legislatif dan eksekutif DKI Jakarta. Termasuk lem aibon yang dianggarkan sebanyak Rp82 miliar ataupun bolpoin yang mencapai Rp 124 miliar.

Dalam proses penyusunan anggaran suku dinas dituntut untuk memasukan komponen.

"Kalaupun memang pada saat itu komponen riil yang dibutuhkan atau kegiatan yang dibutuhkan betul-betul akan dilakukan seyogyanya menunggu komponen atau uraian kegiatan yang disusun oleh masing- masing sekolah," kata Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Syaifullah.

Besaran anggaran lem aibon Rp82 miliar milik Sudin Pendidikan Jakarta Barat sebenarnya memang dianggarkan untuk Biaya Operasional Pendidikan (BOP).

BOP merupakan hak dari setiap siswa yang bersekolah di 209 Sekolah Dasar Negeri (SDN) di Jakarta Barat, anggaran tersebut disesuaikan dengan jumlah murid yang ada.

"Satu murid adalah Rp150.000untuk setiap bulan. Sehingga diperoleh pagu untuk satu tahun totalnya 182 miliar sekian," kata Syaifullah.

Karena tenggat waktu yang sempit dalam pengumpulan e-budgeting pada Juli 2019 dan belum ada sekolah yang menyerahkan Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah (RKAS) maka Suku Dinas Pendidikan Jakarta Barat saat itu berinisiatif memasukan ATK dengan contoh berupa lem aibon dalam komponen BOP.

Seperti yang sudah dijelaskan bahwa lem aibon hanyalah komponen sementara yang bisa dicoret dan dihapuskan dalam anggaran Dinas Pendidikan DKI 2020.

Hingga akhir Oktober 2019, Syaifullah mengatakan bahwa didapatkan 17.000 komponen dari 209 sekolah setelah mengumpulkan data RKAS.

Baca juga: Anies sebut sudah kaji kritik anak buah soal anggaran janggal
Baca juga: Sudin Pendidikan Jaktim ditegur Anies terkait pulpen Rp124 milar
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan berswafoto dengan seorang bocah di kawasan Pulogebang, Cakung, Jakarta Timur. (ANTARA/Andi Firdaus)
Tidak Butuh
Sudarman yang mencantumkan komponen lem aibon mengatakan tidak ada satu pun sekolah yang menyampaikan lem aibon sebagai bagian dari BOP sekolahnya.

"Iya sampai sekarang data yang kami terima tidak ada yang mengajukan lem aibon, sekolah tidak butuh," kata Sudarman.

Hal ini juga turut ditegaskan oleh Syaifullah ketika ditemui di sela-sela istirahat pembahasan anggaran Dinas Pendidikan DKI Jakarta 2020 bersama Komisi E DPRD DKI, Kamis.

"Sudah disesuaikan dengan hasil dari sekolah. Tadi dinolkan karena usul dari sekolah-sekolah," kata Syaifullah terkait anggaran untuk komponen lem aibon milik Sudin Pendidikan Jakarta Barat.

Dari kasus lem aibon, Syaifullah mengaku mendapatkan pelajaran sebanyak tiga poin.

Pertama, Dinas Pendidikan di bawah kepemimpinannya akan memastikan proses kerja di seluruh tingkat pegawainya. Tidak hanya pada pimpinan namun juga hingga staf.

Kedua, Syaifullah akan bekerjasama dengan Bappeda DKI untuk memastikan pola kerja antara suku dinas dan sekolah-sekolah dalam penetapan komponen untuk e-budgeting.

Ketiga, Dinas Pendidikan DKI akan mengusahakan integrasi langsung antara RKAS dan e-budgeting sehingga rancangan anggaran transparan tanpa intervensi pihak lain.

Lem aibon pun hanya menjadi kenangan yang sempat viral. Ini menjadi bahan pembelajaran oleh Dinas Pendidikan DKI agar tidak sembarang memilih komponen meski hanya untuk anggaran sementara.
Baca juga: Anies sebut tak pernah marah di depan publik, PDIP: Tak etis

Pewarta: Livia Kristianti
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2019