• Beranda
  • Berita
  • Hemat, kendaraan listrik hanya butuh Rp150 per kilometer

Hemat, kendaraan listrik hanya butuh Rp150 per kilometer

1 November 2019 10:12 WIB
Hemat, kendaraan listrik hanya butuh Rp150 per kilometer
Kendaraan listrik tengah memanfaatkan fasilitas pengisian baterai di SPKLU di Puspiptek Serpong (Foto ANTARA/ Ganet Dirgantoro)

Kendaraan listrik mampu menghemat penggunaan energi di samping mengurangi ketergantungan tinggi terhadap bahan bakar berbasis fosil.

Kehadiran kendaraan listrik sebagai moda transportasi masa depan memiliki kelebihan dibandingkan kendaraan konvensional yaitu lebih hemat dengan biaya energi hanya Rp150 per kilometer.

Jika menggunakan kendaraan konvensional dengan jarak tempuh 1 km dibutuhkan biaya sebesar Rp600 - Rp700. Sementara dengan kendaraan listrik pengeluaran biaya yang dibutuhkan hanya sekitar Rp150 - Rp 200.

"Sudah kelihatan di situ ada penghematan," tutur Direktur Konservasi Energi  Kementerian Energi Sumber Daya Mineral Hariyanto di Jakarta, Jumat.

Kendaraan listrik mampu menghemat penggunaan energi di samping mengurangi ketergantungan tinggi terhadap bahan bakar berbasis fosil.

"Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 55 Tahun 2019 terkait dengan kendaraan listrik perpindahan utamanya adalah bagaimana penerapan dalam rangka untuk konservasi energi," ungkapnya.

Baca juga: Ambisi Toyota mengejar "ketertinggalan" pengembangan mobil listrik

Hariyanto menegaskan penggunaan kendaraan listrik akan mampu meningkatkan bauran energi yang berasal dari beberapa sumber Energi Baru Terbarukan (EBT). Berbeda dengan kendaraan konvensional yang hanya menggantungkan dari minyak bumi.

Kelebihan lain terletak pada biaya. Hariyanto mengilustrasikan secara kasar perbedaan biaya pengeluaran antara kendaraan listrik dengan kendaraan konvensional.

Selain mempercepat implementasi kendaraan listrik, Pemerintah juga mengaplikasikan beberapa kebijakan yang menjadi bagian dari program konservasi energi. Salah satunya merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 70 Tahun 2009 tentang Konservasi Energi.

Pada regulasi eksisting, bangunan dengan penggunaan energi lebih dari 6.000 TOE (ton oil equivalent) atau setara 70 Giga Watt hour (GWh) per tahun wajib menerapkan sistem manajemen energi. Nantinya, penerapan manajemen energi akan wajib dilakukan pada bangunan yang menggunakan energi lebih dari 500 TOE.

Aturan ini dipertimbangkan kembali mengingat gedung yang memenuhi persyaratan tersebut (>6.000 TOE) hanya pada gedung bandara. Padahal, menurut Hariyanto sudah banyak gedung bertingkat di kota-kota besar yang sudah seharusnya menjalankan manajemen energi.

"Kami tidak bertujuan membebani bapak ibu dalam mengelola gedung, tapi justru membantu bagaimana mengefesienkan pengelolaan gedung tersebut," tegas Hariyanto.

Kebijakan baru yang akan diatur dalam beleid tersebut adalah adanya standard atau pelabelan efisiensi energi dalam setiap barang - barang elektronik. "Diharapkan barang yang beredar di Indonesia adalah barang yang efisien dan bisa kalkulasi penghematan kita," tandas Hariyanto.
Baca juga: Beijing ganti 20.000 taksi lama dengan mobil listrik

 

Pewarta: Afut Syafril Nursyirwan
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2019