"Kami punya kejaksaan-kejaksaan di daerah yang berbatasan dengan luar begitu ya, kami lebih ke pantauan rutin aja, lebih ditingkatkan ke radikalisme," ujar Burhanuddin, di Kompleks Kejaksaan Agung, Jakarta, Jumat.
Meski tidak melakukan pengawasan secara khusus terhadap pergerakan radikal, kejaksaan memberdayakan tugas dan fungsi intelijen yang ada.
Pada 2018, Kejaksaan Agung dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme menjalin perjanjian kerja sama dalam penanggulangan terorisme, termasuk di antaranya penegakan hukum.
Selain itu, untuk pencegahan penyebaran radikalisme, kerja sama meliputi pengawasan terhadap orang, barang dan infiltrasi paham radikal terorisme.
Juga baca: Cegah dari radikalisme, guru harus integrasikan agama dan kebangsaan
Juga baca: KSP sebut radikalisme masih menjadi ancaman nyata
Juga baca: BNPT: ASN berhati-hati dalam menggunakan media sosial
Selanjutnya pertukaran data dan informasi untuk mencegah penyebaran paham radikal serta sosialisasi kepada masyarakat umum.
Untuk ruang lingkup hukum, pemberian bantuan hukum, pertimbangan hukum dan tindakan hukum di bidang perdata dan tata usaha negara dan peningkatan kompetensi teknis para pihak dalam penanggulangan terorisme.
BNPT menyebut radikalisme meliputi pemahaman intoleransi, pemahaman anti NKRI, anti Pancasila serta penyebaran paham takfiri.
Kepala BNPT, Komisaris Jenderal Polisi Suhardi Alius, mengatakan, seluruh perangkat pemerintah baik TNI, Polri, jaksa, dan hakim harus memiliki pemahaman yang sama dan saling bersinergi dalam upaya penanggulangan terorisme.
"Kami harapkan aparat seluruhnya punya visi dan persepsi yang sama untuk melakukan langkah-langkah pencegahan maupun penindakan yang proporsional dalam rangka penanggulangan terorisme," kata dia.
Pewarta: Dyah Astuti
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2019