"Spesies endemik di lokasi daerah yang dikelola perusahaan perlu dipertahankan," kata Joeni kepada wartawan di sela-sela Seminar Pengelolaan Keanekaraman Hayati Indonesia Mendukung Revolusi Industri 4.0 dan Sustainable Development Goals (SDGs) di Bogor, Jawa Barat, Selasa.
Seminar itu dilakukan dalam rangka memperingati Hari Cinta Puspa dan Satwa Nasional yang diperingati setiap 5 November. Peringatan ini bertujuan untuk meningkatkan kepedulian, perlindungan, pelestarian puspa dan satwa nasional serta untuk menumbuhkan dan mengingatkan akan pentingnya puspa dan satwa dalam kehidupan.
Joeni mendorong penanaman bijak dan pemulihan tanah untuk upaya konservasi keanekaragaman hayati di wilayah pertanian dan perkebunan. Penanaman bijak dapat dilakukan seperti agroforestry komunitas dayak yang melakukan pergantian tanaman tiap tahun sehingga tidak hanya pertanaman tunggal atau monokultur.
Dia mengatakan saat perusahaan melakukan reklamasi lahan, maka harus diperhatikan jenis tanaman yang ditanam, yang sebaiknya juga menanam tanaman endemik wilayah setempat sehingga tidak asal menghijaukan sebagian area dari wilayah kelolanya.
Dia mengharapkan perusahaan menanam jenis lokal sehingga turut berupaya dalam pelestarian keanekaragaman hayati.
"Selama ini lebih banyak didatangkan dari luar karena asal hijau, dan kondisi tanah tidak diperbaiki," ujarnya.
Dalam upaya reklamasi lahan, kondisi tanah juga harus diperhatikan dengan baik untuk mendukung keberlanjutan hidup dari spesies yang hidup di dalam kawasan tersebut.
Joeni mengatakan reklamasi lahan bekas tambang harus benar-benar berpegang pada keberlanjutan hidup puspa dan satwa di dalamnya. Jika tidak ada pemulihan tanah, dan hanya sekadar menghijaukan lahan bekas tambang, maka 10 tahun kemudian tanaman yang ditanam itu tidak dapat bertahan.
"Kalau tanah tidak diperhatikan, tanaman mati," ujar Joeni. ***3***
Baca juga: LIPI: Degradasi hutan ancam kelestarian spesies endemik
Baca juga: Mukomuko berupaya melestarikan ikan mikih
Baca juga: Aktivis serukan pelestarian spesies burung endemik Raja Ampat
Pewarta: Martha Herlinawati S
Editor: Tunggul Susilo
Copyright © ANTARA 2019