"Kalau dibandingkan dengan negara-negara lain, meski melambat, tidak terlalu curam," kata Kepala BPS Suhariyanto dalam jumpa pers di Jakarta, Selasa.
Suhariyanto menjelaskan salah satu penyebab perlambatan ini adalah kondisi perekonomian global yang masih diliputi ketidakpastian.
"Pertumbuhan mengalami perlambatan. Tapi perekonomian global yang masih diliputi ketidakpastian membawa dampak perlambatan di banyak negara lain," ujarnya.
Merujuk data IMF, perekonomian dunia saat ini mengalami tekanan cukup berat, yang terlihat dari revisi proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia 2019 yang turun sekitar 0,7 persen, dari proyeksi 3,7 persen menjadi hanya 3 persen.
Dalam rilis terbaru, BPS mencatat pertumbuhan ekonomi triwulan III-2019 sebesar 5,02 persen lebih lambat dibandingkan periode yang sama hingga empat tahun ke belakang.
Sebelumnya, pertumbuhan ekonomi triwulan III-2016 tercatat sebesar 5,03 persen, triwulan III-2017 sebesar 5,06 persen dan triwulan III-2018 sebesar 5,17 persen.
Dari sisi pengeluaran, pertumbuhan pada periode ini didukung konsumsi rumah tangga yang tumbuh 5,01 persen, konsumsi Lembaga Non Profit Rumah Tangga (LNPRT) 7,44 persen dan Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) 4,21 persen.
Baca juga: BPS: Ekonomi Indonesia triwulan III 2019 tumbuh 5,02 persen
Selain itu, konsumsi pemerintah yang tumbuh 0,98 persen, ekspor 0,02 persen dan impor yang terkontraksi 8,61 persen ikut memberikan kontribusi kepada perekonomian pada triwulan III-2019.
Pertumbuhan konsumsi rumah tangga didukung oleh peningkatan penjualan eceran riil untuk suku cadang dan aksesoris, perlengkapan rumah tangga lainnya serta makanan, minuman dan tembakau dan sandang.
Selain itu, konsumsi juga terbantu oleh peningkatan volume penjualan listrik PLN ke rumah tangga serta tingginya nilai transaksi kartu debit, kredit dan uang elektronik.
Kinerja PMTB sedikit menurun atau tumbuh paling buruk sejak 2016 karena pelaku usaha sedang menunggu kepastian adanya pemerintahan baru pada Oktober 2019.
Konsumsi pemerintah juga memperlihatkan kinerja yang turun dibandingkan empat tahun terakhir, karena turunnya realisasi belanja barang, jasa maupun bantuan sosial.
Sementara itu, ekspor barang dan jasa belum memperlihatkan tanda-tanda perbaikan karena turunnya permintaan dari negara tujuan ekspor dan kunjungan wisatawan mancanegara.
Berdasarkan struktur PDB, konsumsi rumah tangga menyumbang kontribusi tertinggi kepada perekonomian nasional yaitu sebesar 56,52 persen diikuti PMTB 32,32 persen.
Selain itu, ekspor menyumbang kontribusi sebesar 18,75 persen, konsumsi pemerintah 8,36 persen, konsumsi LNPRT 1,25 persen dan impor yang terkontraksi 18,81 persen.
Berdasarkan wilayah, struktur perekonomian Indonesia secara spasial pada triwulan III-2019, masih didominasi Jawa yaitu 59,15 persen diikuti oleh Sumatera 21,14 persen dan Kalimantan 7,95 persen.
Namun, dalam periode ini, kelompok provinsi yang tumbuh paling tinggi adalah Sulawesi yaitu 6,44 persen disusul Kalimantan 5,92 persen dan Jawa 5,56 persen.
Secara keseluruhan, melalui pencapaian 5,02 persen pada triwulan III-2019, maka perekonomian Indonesia pada 2019 tercatat tumbuh 5,04 persen.
Baca juga: BPS minta pemerintah perhatikan industri pengolahan
Baca juga: BPS: Pertumbuhan ekonomi kuartal II capai 5,05 persen
Baca juga: Ekspor dan investasi melambat, pertumbuhan ekonomi hanya 5,05 persen
Pewarta: Satyagraha
Editor: Subagyo
Copyright © ANTARA 2019