Pemerintah diharapkan agar dapat menerapkan sistem yang lebih baik untuk mengawasi penerapan kuota kerja untuk penyandang disabilitas di perusahaan swasta dan lembaga-lembaga negara seperti yang telah tertuang dalam undang-undang.Undang-undangnya sudah ada dan kalau teman disabilitas punya skill yang mumpuni untuk masuk ke perusahaan,
"Implementasi dari UU Nomor 8 Tahun 2016 memang sudah ada tapi tidak maksimal, belum ada reward dan punishment seperti di luar negeri. Jadi perusahaan berlomba-lomba untuk merekrut disabilitas untuk mengurangi pajak dan sebagainya," ujar Project Executive Thisable Enterprise Fanny Evita ketika ditemui dalam diskusi perihal inklusivitas melalui kewirausahaan di pusat kebudayaan @america di Jakarta pada Rabu.
Menurut Fanny, pembuatan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas tetap patut dipuji karena menjamin perolehan pekerjaan bagi penyandang disabilitas dan menjadi ujung tombak perjuangan bagi mereka.
Baca juga: Penyandang disabilitas bangun perusahaan rintisan Kopi Tuli
Terlebih lagi di pasal 53 dalam UU tersebut menyatakan kewajiban kuota 2 persen di lembaga, kementerian dan perusahaan milik negara serta 1 persen bagi perusahaan swasta untuk penyandang disabilitas.
Yang perlu diperbaiki, tambah dia adalah sistem implementasi yang lebih baik agar kuota tersebut benar-benar terwujud.
Para penyandang disabilitas sendiri, menurut Fanny seharusnya tidak berkecil hati dengan hasil yang sudah terjadi sejauh ini dan berusaha untuk meningkatkan kemampuan yang dibutuhkan oleh dunia kerja.
"Undang-undangnya sudah ada dan kalau teman disabilitas punya skill yang mumpuni untuk masuk ke perusahaan, kenapa tidak merekrut mereka," ujar Project Executive Thisable Enterprise itu, yang salah satu misinya adalah menjadi pusat pemberdayaan ekonomi kreatif untuk disabilitas Indonesia.
Baca juga: Ketua Dewan Pers ajak media beri perhatian ke penyandang disabilitas
Menurut data Survei Penduduk Antar Sensus (Supas) 2015, sebanyak 8,56 persen atau sekitar 21,84 juta penduduk Indonesia merupakan penyandang disabilitas. Dari angka tersebut banyak yang masuk usia produktif untuk bekerja.
Oleh karena itu perusahaan serta lembaga pemerintah butuh pengertian lebih lanjut mengenai permasalahan kuota, menurut Ratnawati Sutedjo, pendiri Precious One yang membantu penyandang disabilitas untuk berkarya sejak 2004.
Menurut dia, belum merata di semua perusahaan pengertian tentang kuota seperti misalnya ada syaratnya pendidikan yang terlalu tinggi untuk penyandang disabilitas yang kebanyakan hanya bisa mengenyam pendidikan sampai tingkat Sekolah Menengah Atas.
Beberapa perusahaan, jelas dia memberikan syarat khusus untuk penyandang disabilitas yang sudah memiliki sertifikasi kemampuan tertentu meski pendidikan tidak sesuai dengan syarat awal, tapi itu belum dilakukan semua perusahaan.
"Jadi sebenarnya sistem kuota itu baik, tapi kendalanya di perusahaan itu sendiri belum memahami tentang hak dan kesempatan teman-teman penyandang disabilitas," tegas dia.
Baca juga: Media didorong bantu pemenuhan kuota kerja penyandang disabilitas
Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Hendra Agusta
Copyright © ANTARA 2019