"Ini tadinya kita tidak tahu kalau di kantor kelurahan ada pojok membaca, mereka yang datang ke kami bilang kalau ada tempat seperti ini. Sebelumnya warga sekitar bahkan tidak tahu ada yang seperti ini," ujar Palupi Mutiasih, pendiri kelompok Fun Garden of Literacy (FGL) yang mengkhususkan diri untuk membantu meningkatkan literasi untuk anak-anak.
Kelahiran kelompok non-profit itu cukup unik, berawal dari konsep karya tulis yang dia lombakan ketika dia menjadi mahasiswa Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) Universitas Negeri Jakarta pada 2016.
Meski konsep tersebut menjadi pemenang perlombaan di tingkat fakultas dan universitas, dia merasa tidak puas hanya membiarkannya menjadi rencana semata dan bermanfaat untuk dirinya sendiri.
Palupi kemudian menggagas FGL bersama dua sahabatnya, menjadikannya sebagai komunitas yang dia mulai di tempat tinggalnya di Pekojan. Alasannya sederhana, karena di kawasan padat peduduk itu dia melihat belum ada dukungan edukasi yang penting untuk anak-anak.
Menurut pengamatan perempuan yang sedang menempuh program Magister Pendidikan Dasar di Universitas Pendidikan Indonesia di Bandung, Jawa Barat, itu, anak-anak yang di sekitar daerah tersebut masih memiliki minat membaca yang rendah dan lebih sering menghabiskan waktu dengan perangkat elektronik yang terkadang tidak mendidik.
"Kebanyakan anak-anak masih main gadget dan juga ada pengaruh dari orang-orang, pengaruh positifnya masih sedikit di wilayah Pekojan ini, makanya saya coba di sini," kata Palupi, yang lahir dan besar di daerah tersebut.
Dia memulai FGL dari gang-gang sempit yang berada di daerah tersebut. Awal mulanya banyak yang menganggap dia aneh karena Palupi dan teman-temannya mendatangi rumah satu per satu untuk mengajak anak-anak membaca dan menceritakan dongeng, yang lebih mengherankan bagi orang di sekitar kawasan itu adalah mereka melakukan tanpa mengharapkan imbalan satu rupiah pun.
Tidak menyerah, dia mengajak pemuda sekitar dan berusaha merekrut relawan untuk terus melakukan kegiatan peningkatan literasi tersebut.
Usahanya berbuah manis, mulai banyak orang tua yang bertanya kepadanya tentang aktivitas yang dilakukan FGL karena beberapa anak menceritakan pengalaman mereka ketika pulang dari kegiatan membaca buku, mendongeng, aktivitas permainan edukatif serta panggung boneka.
Salah satu permainan positif yang dibuat oleh Palupi dan teman-temannya adalah game tradisional engklek antikorupsi yang merupakan hasil kerja sama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang sudah diuji coba di beberapa sekolah, seperti SD Laboratorium PGSD UNJ dan SD Menteng Atas 2. Permainan itu bahkan sudah didaftarkan FGL sebagai hak kekayaan intelektual (HKL).
Baca juga: Nursyida Syam dirikan taman baca karena diusir saat membaca
Dimulai dari tiga orang pada 2016, saat ini FGL sudah memiliki 25 orang relawan yang akan mengurus berbagai kegiatan yang biasanya diikuti oleh rata-rata 100 anak. Kegiatan FGL sendiri masih terpusat di Kelurahan Pekojan, diadakan di gang-gang yang hanya bisa dilalui oleh dua motor.
Anak-anak yang mengikuti kegiatan FGL sendiri awalnya kebingungan karena kebanyakan menganggap kegiatan membaca itu membosankan, tapi FGL memilihkan buku-buku yang sesuai dengan umur 5-12 tahun yang banyak menampilkan gambar warna-warni, meski tetap informatif.
Mengetahui ada kegiatan literasi yang dilakuan di daerahnya, staf di Kantor Lurah Pekojan kemudian menghampiri Palupi dan teman-temannya, memberikan informasi bahwa terdapat pojok membaca yang bisa digunakan di lantai empat kantor tersebut.
Sejak saat itu, beberapa kali acara FGL diadakan di pojok membaca atau halaman parkir Kantor Kelurahan Pekojan.
Baca juga: Ketua GLS: Literasi mampu ciptakan SDM unggul
Kegiatan FGL sendiri semakin berkembang, sejak tahun ini mereka sudah beberapa kali mengadakan kegiatan workshop literasi dan aktivitas mendongeng kepada guru-guru pendidikan anak usia dini (PAUD) dan orang tua yang berada di sekitar Kelurahan Pekojan.
“Setiap kali ada kegiatan sekarang mereka selalu bertanya kapan acara berikutnya. Mereka bahkan bertanya ke rumah (Palupi) untuk memastikan. Sampai seantusias itu responsnya dari anak-anak,” ujar dia.
Harapan besar
Sampai saat ini kegiatan FGL masih berpusat di Pekojan, meski Palupi dan teman-temannya sudah menyelenggarakan beberapa kegiatan bersama Dinas Perpustakaan dan Kearsipan DKI Jakarta untuk kegiatan literasi dan memperingati hari anak di beberapa lokasi.
Meski gerakan literasi itu baru dimulai di tingkat akar rumput, dia tidak menampik memiliki rencana untuk menariknya ke ranah nasional. Usaha sudah dimulai beberapa saat lalu, tapi keterbatasan kapasitas dan waktu memupuskan rencana itu.
“Itu yang membuat saya berpikir lagi, hakikatnya membangun komunitas itu apakah harus dari besar telebih dahulu atau bisa dimulai dari yang kecil. Saya sadar itu harus sesuai kapasitas saya dan akhirnya dimulai di Pekojan dan Jakarta. Tapi tidak menutup kemungkinan menginspirasi teman-teman membuat komunitas yang sama untuk wilayah lain di Indonesia,” ujar dia.
Baca juga: Kemenristekdikti dorong perguruan tinggi kembangkan kapasitas literasi
Menurut beberapa survei intenasional, minat membaca warga Indonesia masih berada di tingkat yang rendah.
Penelitian dari Program for International Student Assessment (PISA) rilisan Organisation for Economic Co-Operation and Develompent (OECD) pada 2015, kompetensi membaca pelajar Indonesia menurut hasil survei meraih nilai 397, jauh di bawah rata-rata OECD sebesar 493. Dalam skor kompetensi pun, nilai matematika hanya 386, tertinggal dari rata-rata OECD sebesar 490. Skor kompetensi sains sebesar 403 juga di bawah rata-rata OECD sebesar 493.
Untuk itu perlu dilakukan gerakan-gerakan meningkatkan literasi bagi siswa, tidak hanya untuk meningkatkan skor membaca, tapi juga menambah kemampuan literasi anak-anak agar tidak hanya bisa membaca, tapi juga memahami apa yang dibaca.
Hal itu berguna bagi masyarakat untuk menerima informasi secara utuh tanpa termakan hoaks yang semakin marak saat ini, menurut Palupi.
Untuk itu, Palupi bertekad akan terus bergerak bersama FGL dan mengembangkan kegiatan literasi bagi anak-anak di tengah berbagai rintangan yang dia hadapi saat ini dan nanti di masa depan, karena dia percaya berbuat baik akan membuahkan hasil manis.
"Saya pernah membaca ketika kita melakukan kebaikan pada orang lain sebenarnya kita sedang menabung energi positif untuk diri sendiri dan saya sudah membuktikan itu," ujar dia.
Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2019