"Negara belum memiliki paradigma, belum memiliki kerangka kerja bagaimana intoleransi dan radikalisme itu akan diatasi," kata dia, di Jakarta, Senin.
Elemen bangsa kata dia saat ini senang karena pemerintah Jokowi-Ma'ruf Amin telah mengakomodasi keprihatinan banyak kalangan tentang kondisi intoleransi dan radikalisme mengancam negara dan Pancasila yang sudah menjalar ke berbagai sektor kehidupan.
Namun, di balik hal tersebut juga cemas karena sampai saat ini belum ada kerangka khusus untuk menangani dan memberantas tindakan-tindakan intoleran tersebut.
Juga baca: MPR nilai Indonesia butuh banyak pahlawan hadapi ancaman radikalisme
Juga baca: Prajurit TNI wajib ayomi masyarakat cegah radikalisme, kata Danbrigif
"Kita tidak mau agenda penanganan intoleransi radikalisme hanya menjadi alat penundukan bagi lawan politik, memasung kebebasan sipil dan membatasi hak asasi manusia, ini saya kira yang harus di garis bawahi, inilah dasar kecemasan kita," katanya.
Oleh karena itu setara Institute terus mengingatkan agar pemerintah segera merancang kebijakan holistik penanganan intoleransi radikalisme yang presisi dalam kerangka demokratis dan berparadigma hak asasi manusia.
Selain soal kerangka kerja, dia mengharap rencana amandemen undang-undang dasar nanti mesti membawa Indonesia menjadi lebih demokratis, berkualitas, dan memperkuat jaminan HAM, khusus soal toleransi.
"Kita tidak ingin amandemen yang rencananya akan dijalankan pada periode ini semata-mata untuk menjustifikasi tindakan-tindakan politik jangka pendek," ujarnya.
Pewarta: Boyke Watra
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2019