Korporasi harus mulai bergerak untuk berbagi tanggung jawab menjaga lingkungan bersama dengan pemerintah dan masyarakat karena kemasan plastik yang mereka produksi ikuti mengotori pantai dan laut Indonesia, ujar Juru Kampanye Urban Greenpeace Indonesia Muharram Atha Rasyadi.melihat masifnya persoalan sampah plastik, semuanya tidak lagi dibebankan kepada masyarakat
"Kita berharap ketika melihat masifnya persoalan sampah plastik, harus ada yang dilakukan dari masing-masing pihak baik perusahaan, pemerintah dan masyarakat. Kita juga berharap semuanya tidak lagi dibebankan kepada masyarakat," ujar Atha dalam diskusi di Jakarta, Selasa.
Menurut Atha, Greenpeace Indonesia selama beberapa tahun terakhir sudah melakukan audit merek dan pada 2019 menemukan fakta bahwa produk korporasi lokal Indonesia masih mendominasi temuan sampah plastik di 8 kota yang menjadi sampel.
Baca juga: Produk korporasi lokal mendominasi temuan sampah plastik
Dalam audit di Tangerang di Banten, Pekanbaru di Sumatera Selatan, Bandung di Jawa Barat, Semarang di Jawa Tengah, Yogyakarta, Makassar di Sulawesi Selatan dan Bali, Greenpeace Indonesia serta kelompok yang tergabung di gerakan Break Free From Plastic menemukan 1.645 item sampah plastik didominasi produk air mineral dalam kemasan, bungkus makanan dan mie instan.
Meski mengakui temuan itu belum bisa dikatakan mewakili keadaan secara keseluruhan di Indonesia karena hanya mengambil sampel di titik-titik tertentu, tapi audit merek itu memperlihatkan perlunya komitmen serius dari para pemangku kepentingan termasuk korporasi yang memproduksi produk plastik.
Untuk itu, Greenpeace Indonesia mendorong agar korporasi memantapkan komitmen untuk mengurangi produk plastik dan beralih ke model bisnis berkelanjutan. Investasi dalam penggunaan kembali (reuse) dan pengisian ulang (refill) dalam sistem yang ramah lingkungan diperlukan untuk tidak lagi memakai kemasan plastik sekali pakai, ujar Atha.
Dari pihak pemerintah juga diharapkan untuk melakukan metode pengelolaan sampah tidak hanya di hilir tapi juga mulai melaksanakan ekonomi sirkular atau ekonomi hijau yang berkelanjutan.
Agar hal itu terwujud maka pemerintah diharapkan dapat membantu dengan segera mengeluarkan peraturan yang lebih jelas untuk membantu pengurangan sampah oleh produsen, menurut Kepala Divisi Pengendalian Pencemaran Lingkungan Indonesian Centre for Environmental Law (ICEL) Fajri Fadhillah
"Sampai saat ini level pengaturan produsen untuk pengurangan sampah masih sampai di tingkatan peraturan pemerintah. Level pengaturan itu tentu sifatnya masih umum dan abstrak," ujar Fajri.
Fajri merujuk kepada Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga yang sampai sekarang masih belum keluar turunan peraturan menterinya.
Menurut data yang dirangkum oleh Badan Pusat Statistik (BPS) dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) serta Kementerian Perindustrian, pada 2016 berat timbunan sampah di Indonesia sudah mencapai 65,2 juta ton per tahun.
Baca juga: Menko Kemaritiman ajak masyarakat perangi sampah plastik
Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2019