• Beranda
  • Berita
  • LIPI: Magnitudo gempa susulan variatif efek pergesekan bidang patahan

LIPI: Magnitudo gempa susulan variatif efek pergesekan bidang patahan

13 November 2019 16:57 WIB
LIPI: Magnitudo gempa susulan variatif efek pergesekan bidang patahan
Kantor Pusat Penelitian Laut Dalam LIPI di Ambon. ANTARA/Shariva Alaidrus/am.
Pusat Penelitian Laut Dalam (P2LD) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menyatakan pasca gempa magnitudo 6,5 pada 26 September 2019, magnitudo gempa susulan bervariasi disebabkan oleh pergesekan bidang patahan mencari posisi kesetimbangan.

Baca juga: Pelanggan keluhkan air bersih berwarna hitam pascagempa

"Magnitudonya naik-turun sejak gempa pertama 6,5 pada 26 September 2019, tapi magnitudo gempa susulan lebih kecil dari gempa pertama. Gempa semalam magnitudo 5,1 masih runutan aftershock-nya," kata peneliti bidang Geofisika P2LD LIPI Rian Amukti di Ambon, Rabu.

Baca juga: Gempa magnitudo 5,1 guncang Ambon buat warga berlarian

Berdasarkan data Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), sejak gempa tektonik magnitudo 6,5 pada 26 September 2019 telah terjadi 2.140 gempa susulan.

Magnitudo gempa susulan atau aftershock bervariasi, mulai dari 5,6 pada 26 September 2019, kemudian turun menjadi 4,00 dan terus turun, tapi kemudian naik lagi dengan magnitudo 5,2 pada 10 Oktober 2019.

Gempa tektonik susulan dengan magnitudo yang terbilang besar, yakni 5,1 kembali terjadi pada 12 November 2019, sekitar 19.10 WIT, kemudian disusul empat gempa dengan magnitudo yang lebih kecil.

Menurut Rian, naik-turunnya magnitudo gempa susulan merupakan efek dari pergesekan bidang patahan yang menjadi sumber gempa saat mencari posisi setimbang.

Kekuatan energi yang dilepaskan oleh gempa susulan tidak akan melebihi gempa pertama magnitudo 6,5.

Semakin banyak gempa susulan, kata dia, maka bidang patahan akan semakin stabil.

"Ketika magnitudonya turun bidang patahannya sedang mengumpulkan energi, setelah itu naik sedikit lalu turun lagi, hingga nanti posisinya stabil, tapi saat stabil itu dia mengumpulkan energi baru untuk dirilis," ujarnya.

Ia mengatakan, saat ini teknologi yang digunakan untuk mendeteksi gempa hanya seismometer, yang hanya bisa merekam adanya gempa ketika peristiwa tersebut sudah terjadi.

Karena itu, sama halnya dengan gempa pertama, kapan gempa susulan akan terjadi dan seberapa banyak jumlahnya, tidak bisa diprediksi lebih awal.

"Kalau yang sekarang sudah hampir kelihatan polanya, kemudian bentuk bidang rupturenya utara-selatan. Kalau kita lihat peta BMKG, distribusi gempanya sedikit ke arah utara-selatan, lebar memang bidang rupturenya," ucap Rian.

Dikatakannya lagi, gempa magnitudo 5,1 yang terjadi pada 12 November 2019 meskipun sangat terasa karena terjadi pada kedalaman 10 kilometer, masih termasuk aman, karena guncangannya tidak lebih dari tiga detik.

Kendati demikian, masyarakat diminta untuk waspada, sebab dapat berdampak pada konstruksi bangunan, terutama yang sudah pernah retak sebelumnya.

"Meskipun gempanya tidak lama tapi magnitudonya besar bisa berpengaruh pada bangunan, apalagi bangunannya sudah retak kemarin, itu akan menambah retak, jadi masyarakat sebaiknya waspada tapi tidak boleh panik," imbuh Rian.
​​​​​​
Baca juga: Gempa magnitudo 5,1 bikin panik warga Ambon

Pewarta: Shariva Alaidrus
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2019