Mendengar namanya saja, tentunya banyak yang akan bertanya-tanya rasa dari satai rusa dan apakah binatang dilindungi tersebut juga bisa dijadikan satai yang dijual bebas.
Berkat pendampingan dari Universitas Diponegoro, masyarakat di Desa Margorejo, Kecamatan Dawe, Kabupaten Kudus, akhirnya dimunculkan pengembangan ekonomi desa setempat melalui pengembangan rusa yang kebetulan terdapat penangkaran rusa.
"Ide yang dimunculkan dari hasil pendampingan tersebut, membuat kuliner dari rusa yang akhirnya mulai dirintis satai rusa dan gule rusa," kata Ketua Kelompok Sadar Wisata Gerakan Endahing Margorejo Asri (Pokdarwis Gema) Muhammad Syukur di Kudus, Rabu.
Rintisan satai rusa dan gule rusa, katanya, dimulai tahun 2018 dengan memanfaatkan bangunan bekas sekolahan di Desa Margorejo.
Baca juga: Mudik lewat jalur pantura Kudus bisa berwisata dan kuliner
Karena kuliner dari daging rusa merupakan hal baru, untuk mempromosikannya selain melalui sejumlah warga juga memanfaatkan media sosial.
Untuk menarik minat wisatawan, maka disediakan paket wisata termasuk menikmati kuliner satai rusa maupun gule rusa serta berkunjung ke tempat penangkaran rusa.
Jumlah rusa yang ditangkarkan di Desa Margorejo awalnya empat ekor, kemudian berkembang dan sekarang menjadi 80 ekor, ditambah penangkaran yang ada di Desa Gondosari berjumlah 40 ekor.
Untuk bisa memanfaatkan daging rusa menjadi satai maupun gulai, maka terlebih dahulu meminta izin ke Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) untuk penyembelihannya karena binatang tersebut merupakan dilindungi dan yang boleh dipotong juga keturunan yang dihasilkan di penangkaran atau generasi kedua (F2).
Dari hewan rusa tersebut, tidak hanya bisa memanfaatkan dagingnya untuk dibuat satai maupun gulai, melainkan tanduk rusa tersebut juga dijadikan sebagai minuman kopi.
"Khasiatnya juga sangat bagus untuk menambah vitalitas kaum pria," ujarnya.
Baca juga: Sentra kuliner Kudus tingkatkan gairah ekonomi kerakyatan
Meskipun pembuatan kedai untuk menjual satai rusa baru dirintis bulan September 2018, namun sudah banyak masyarakat dari luar daerah yang tertarik mencicipi satai rusa, selain pula warga lokal Kudus.
Harga jual satai rusa per porsi cukup mahal karena dengan hanya lima tusuk per porsi pembeli harus merogoh kocek sebesar Rp35.000, sedangkan gulainya dijual Rp25.000 per porsi, sedangkan kopi tanduk rusa atau kopi ranggah muda rusa dijual Rp15.000 per gelas.
Saat musim ramai pengunjung, maka sehari bisa menghabiskan 20 porsi satai rusa.
Mahalnya harga satai rusa karena setiap ekor rusa hidup dari Nusa Tenggara itu dihargai Rp9 juta, sedangkan daging yang bisa diolah menjadi satai berkisar 20-25 kilogram.
"Daging yang masih tersisa, disimpan di lemari pendingin sebagai stok hari berikutnya," ujarnya.
Adanya kuliner unik di Desa Margorejo, diharapkan bisa menjadi kuliner khas Kota Kudus sehingga setiap ada even resmi pemerintah bakal ikut dipromosikan.
Terlebih lagi, lanjut dia, satai rusa baru ditemukan di Kota Kudus.
Satai Rusa Empuk
Bagi yang belum pernah merasakan satai rusa tentu ada kekhawatiran rasa satainya tidak seempuk satai kambing yang biasa dirasakan lidah masyarakat. Ternyata, sejumlah warga yang pernah mengunjungi warung makan yang diberi nama Kedai Redi Ayu di Margorejo Kudus itu merasakan sensasi berbeda.
"Satai rusa memiliki warna merah yang lebih pekat dan aroma dagingnya tak sekuat daging kambing. Teksturnya lebih empuk, lembut dan lezat," ujar Jihan Hanim pengunjung pembeli satai rusa asal Jakarta.
Ia mengakui menikmati satai rusa merupakan pengalaman baru karena sebelumnya memang belum pernah.
Hal serupa diungkapkan Erlando asal Semarang juga mengakui mencicipi satai dan gule rusa juga baru pertama.
"Rasanya memang cukup lunak dibandingkan dengan satai kambing dan tidak berbau perengus seperti satai kambing," ujarnya.
Harga jualnya yang mahal, kata dia, cukup sebanding dengan cita rasa satainya yang begitu lezat dan lunak saat dikunyah.
Informasinya, lanjut dia, satai rusa memiliki manfaat kesehatan, seperti meningkatkan regenerasi sel, mencegah serangan jantung, meningkatkan sistem kekebalan tubuh, menjaga kesehatan tulang.
Manfaat lainnya, yakni mencegah anemia, baik dikonsumsi penderita diabetes, membantu pembentukan hemoglobin, menjaga tingkat testosteron, baik dikonsumsi ibu hamil, serta mencegah penyempitan pembuluh darah.
Pelaksana tugas Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kudus Wahyu Hariyanti mengakui belum mengetahui secara detail terkait keberadaan satai rusa tersebut.
"Jika benar ada, tentunya menarik karena selama ini jarang ditemukan satai rusa yang dijual kepada masyarakat luas," ujarnya.
Untuk menjadi makanan khas Kota Kudus, kata dia, perlu ada penangkarannya sebagai bagian dari ketersediaan stok dagingnya.
Karena di Kudus ternyata sudah ada dua lokasi penangkarannya, lanjut dia, satai rusa memungkinkan dimasukkan ke dalam kuliner khas Kota Kudus sehingga nantinya bisa dimasukkan ke dalam pendataan.
"Ketika ada kegiatan pameran tentunya akan ikut dipromosikan guna menjadi daya tarik wisata," ujarnya.
Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Kudus yang memiliki Balai Benih Ikan (BBI) di Desa Margorejo juga mulai berbenah untuk menyambut kemungkinan dibuatkannya paket wisata di desa setempat.
Koordinasi dengan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata terkait dengan paket wisata yang bisa ditawarkan, yakni wisata tanaman padi organik, ternak rusa dan kuliner satai rusa serta wisata Balai Benih Ikan.
BBI Margorejo bakal dikhususkan untuk pengembangan ikan hias, sehingga bisa menjadi destinasi wisata bersama penangkaran rusa bersama kulinernya satai rusa.
BBI tidak hanya disuguhi aneka jenis ikan hias, melainkan bisa melihat proses pembenihan hingga siap dijual, kemudian pengunjung bisa melihat penangkaran rusa dan terakhir menikmati satai rusa yang kedainya juga bersebelahan dengan BBI.
Pewarta: Akhmad Nazaruddin
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2019