"Hasil pengamatan yang kami lakukan di tiga pulau selama sembilan tahun terakhir memperlihatkan kondisi tutupan karang di Kepulauan Spermonde dalam ancaman besar," kata Ketua Marine Science Diving Club (MSDC) Unhas, Muhammad Irfandi Arief, saat diskusi Selamatkan Spermonde, Selamatkan Laut Indonesia di Makassar, Sulawesi Selatan, Kamis.
Berdasarkan kegiatan pemantauan terumbu karang (reef check) yang dilakukan tim MSDC Universitas Hasanuddin secara berkala setiap tahun, memperlihatkan tren penurunan tutupan karang hidup di sejumlah pulau tersebut dalam ancaman nyata. Bukan hanya oleh perubahan iklim, tetapi juga kegiatan penangkapan ikan yang tidak berkelanjutan.
Data pengecekan terumbu karang MSDC Unhas memperlihatkan tutupan karang hidup di tiga pulau masuk wilayah Makassar, yakni Pulau Barrang Lompo, Barrang Caddi dan Samalona, berkisar antara 30-40 persen atau dalam kondisi buruk hingga sedang.
Data MSDC tahun 2018, tutupan karang hidup Pulau Barrang Lompo tercatat 40 persen (kategori sedang), Pulau Barrang Caddi sebesar 38 persen (kategori sedang), dan Pulau Samalona sebesar 30 persen (kategori buruk).
Ia mengatakan Spermonde merupakan salah satu sumber penghidupan bagi nelayan, juga masyarakat Makassar secara keseluruhan, mulai dari sektor perikanan hingga wisata.
Ekosistem bawah laut dan pesisir di kepulauan tersebut harus menjadi perhatian para pemangku kepentingan termasuk masyarakat Makassar.
Spermonde bisa menjadi contoh nyata bagi penyelamatan laut Indonesia yang kini sedang berjuang menghadapi perubahan iklim, kegiatan penangkapan ikan yang destruktif, hingga reklamasi.
"Upaya yang kami lakukan saat ini bersama tim MARS melakukan perbaikan terumbu karang yang telah rusak agar karang itu bisa hidup, meski membutuhkan puluhan tahun karang terbentuk kembali," ungkapnya.
Sedangkan data Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) juga menunjukkan indeks kesehatan terumbu karang yang rendah di Spermonde dengan rentang nilai antara 1-3.
Sementara Jurukampanye Laut Greenpeace Indonesia, Afdillah, dalam diskusi itu mengemukakan Tim Pembela Lautan (Ocean Defender) Greenpeace Indonesia telah melakukan pemantauan dan mengambil dokumentasi bawah laut di Pulau Barrang Lompo, Pulau Barrang Caddi, dan Kodingareng Keke, awal September 2019.
Kerusakan terumbu karang karena pengambilan ikan dengan bom dan bius jelas terlihat. Pemulihan terumbu karang karena aktivitas ilegal dan merusak sulit dilakukan dalam waktu cepat.
"Pengawasan, pendekatan sosial kemasyarakatan dan penegakan hukum oleh pihak berwenang terhadap kegiatan penangkapan ikan harus dilakukan secara intensif,"
Ia menambahkan, melalui gerakan sosial hari ini, Greenpeace meluncurkan petisi #SaveSpermonde untuk meminta pemerintah, pusat dan daerah, mengambil langkah cepat penyelamatan Spermonde dari berbagai ancaman.
Penyelamatan Spermonde bisa menjadi titik awal dari tindakan serius untuk memulihkan dan menjaga ekosistem dan ruang laut nasional.
"Pekerjaan rumah pemerintahan baru masih banyak, meskipun sejumlah kemajuan sudah dicapai pada masa pemerintahan sebelumnya, terutama dalam mengurangi penangkapan ikan ilegal yang dilakukan oleh kapal ikan asing," tambah Afdillah.
Baca juga: Walhi Sulsel: Terumbu karang Spermonde dalam ancaman nyata
Direktur Walhi Sulsel, Al Amin pada kesempatan itu menyebut, kerusakan ekosistem laut di Sulsel telah mencapai 70 persen dan tingkat kerusakan trennya semakin hari semakin meningkat dan tentu ini sangat mengkhawatirkan bagi keberlangsungan ekosistem laut.
Amin mengungkapkan ada beberapa penyebab kerusakan yang diamati pertama, adalah soal adanya kegiatan fisik atau penangkapan ikan menggunakan bahan kimia, baik itu bom, bius dan lainnya. Kedua, masih adanya paparan dari limbah industri terutama di Kota Makassar. Ketiga, dan terbaru adalah adanya kegiatan tambang pasir laut.
"Bahkan ada rencana lagi kegiatan tambang pasir laut yang kedua. Kegiatan inilah juga memberi kontribusi besar terhadap kerusakan Spermonde yang ada di wilayah Sulsel. Melalui gerakan petisi digagas Greenpeace Indonesia, kami mengapresiasi dan melihat ini sebagai satu momentum yang penting untuk segera disikapi," tambahnya.
Total nilai manfaat ekonomi ekosistem terumbu karang di perairan Spermonde berdasarkan beberapa penelitian berkisar dari Rp30,3 miliar lebih hingga Rp1,6 triliun lebih per hektare per tahun.
Bila ekosistem Spermonde rusak parah, kerugian bukan hanya akan dialami oleh nelayan atau pelaku usaha perikanan. Pemerintah daerah juga bisa kehilangan potensi pemasukan dari sektor pariwisata.
Pewarta: M Darwin Fatir
Editor: Yuniardi Ferdinand
Copyright © ANTARA 2019