Alasannya, biaya teknologi kendaraan otonom sangat mahal sehingga penggunaannya harus disesuaikan dengan potensi pendapatan yang bisa diraih dari teknologi itu.
Dilansir Reuters, Ola Kaellenius membenarkan perusahaannya harus realistis dalam menatap pola bisnis kendaraan otonom. Apakah untuk penggunaan pribadi atau untuk berbisnis.
"Ada peninjauan realitas di sana," kata Kaellenius.
Baca juga: Pemerintah Jepang uji coba mobil swakemudi sebelum Olimpiade 2020
Semula, mobil swakemudi dirancang sebagai angkutan masyarakat perkotaan yang bisa berpindah lokasi tanpa harus menyetir. Kemampuan itu hadir menyusul bantuan teknologi navigasi dan berbagai sensor pada mobil untuk membaca kondisi lalu-lintas.
Namun dalam perjalanannya, pengembangan teknologi swakemudi menemui banyak rintangan. Mulai dari regulasi hingga faktor keamanan yang dipertanyakan. Rintangan itu berdampak pada ongkos riset dan pengembangan terus membengkak.
Ola mengatakan tantangan terbesar pengembangan mobil otonom adalah memastikan kendaraan itu 100 persen aman saat berjalan di perkotaan.
Meskipun Daimler berhasil memastikan Robotaxis aman digunakan, manfaat bisnis yang akan didapat perusahaan pun belum jelas.
Baca juga: Ford Fiesta versi mainan RC jadi kelinci percobaan swakemudi
Pewarta: Alviansyah Pasaribu
Editor: Imam Santoso
Copyright © ANTARA 2019