Sementara Uni Eropa mengancam manfaat perdagangan, Kamboja menghadapi tekanan yang meningkat dalam masalah hak asasi manusia, kata Reuters --yang dipantau ANTARA di Jakarta, Jumat. Kem Sokha dibebaskan dari tahanan rumah pada akhir pekan lalu dan pemimpin pemerintah Hun Sen memerintahkan pembebasan lebih dari 70 pegiat oposisi pada Kamis (14/11).
Satu surat dari hakim yang melakukan penyelidikan, Ky Rithy, kepada pengacara Kem Sokha pada Jumat mengatakan, "Kami memutuskan untuk menutup penyelidikan dari saat ini selanjutnya."
Putri Kem Sokha, Monovithya Kem, mengatakan di Twitter, "Langkah selanjutnya ialah jaksa penuntut mencabut tuduhan atau membawa kasus itu ke pengadilan. Kami menuntut agar semua tuduhan dicabut."
Seorang juru bicara pengadilan mengatakan ia tidak mengetahui keputusan untuk menutup penyelidikan jadi ia tak bisa berkomentar.
Kem Sokha ditangkap pada 2017 dan Partai Penyelamatan Nasional Kamboja-nya (CNRP) dilarang mengajukan calon dalam pemilihan umum tahun lalu, yang dimenangi partai yang berkuasa dan dikutuk oleh negara Barat sebagai lelucon.
Kem Sokha telah membantah tuduhan terhadap diri sebagai omong kosong.
Pada Selasa (12/11), Uni Eropa memberi pemerintah Kamboja tenggat satu-bulan untuk menanggapi laporan awal mengenai pembekuan preferensi perdagangan dengan penindasan atas kelompok oposisi, non-pemerintah dan media.
Perdana Menteri Hun Sen, mantan komandan Khmer Merah, telah memerintah negeri dengan 16 juta warga tersebut selama lebih dari 34 tahun.
Sumber: Reuters
Baca juga: Hakim Kamboja perintahkan penyelidikan kembali kasus mata-mata
Baca juga: Pemimpin oposisi Kamboja Kem Sokha dibebaskan dari tahanan rumah
Baca juga: Wakil pemimpin oposisi lari dari Kamboja, khawatirkan keselamatan
Pewarta: Chaidar Abdullah
Editor: Maria D Andriana
Copyright © ANTARA 2019