Napak tilas Tora-san di Shibamata

17 November 2019 12:21 WIB
Napak tilas Tora-san di Shibamata
Patung Tora-san (kiri) dan Sakura di stasiun Shibamata, Tokyo. (ANTARA/Nanien Yuniar)
Walaupun kebanyakan penonton Indonesia tidak familier dengan kisah seri film komedi "Otoko wa Tsurai yo (It's Tough Being a Man)", film mengenai pengembara yang tak pernah beruntung dalam percintaan bernama Tora-san ini punya nama besar di Jepang.

Sebelum dijadikan film seri, kisah Tora-san dan keluarganya -- Sakura, si adik yang lebih terasa seperti kakak, paman dan bibi yang punya toko jajanan tradisional dango dekat kuil -- bermula dari sebuah drama televisi.

Drama televisi ini berakhir dengan adegan Tora sekarat akibat digigit ular beracun, menuai respons negatif dari penonton yang membanjiri stasiun televisi dengan protes.

Melihat reaksi penonton yang begitu mencintai karakter Tora, sutradara memutuskan untuk membuat versi film pada Agustus 1969 dengan judul "Otoko wa tsurai yo" (Sulitnya Menjadi Lelaki).

Kisah Tora berlanjut hingga 49 film, termasuk film kompilasi istimewa, ditayangkan pada 1997, tak lama setelah sang pemeran utama tutup usia.

Pemeran Tora, Kiyoshi Atsumi, wafat pada 1996. Lekatnya citra Tora pada Kiyoshi Atsumi membuat masyarakat di Jepang merasa kepergiannya juga merupakan kepergian Tora-san untuk selamanya.

"Welcome Back, Tora-san" sebuah perayaan 50 tahun yang kebetulan merupakan film ke-50. Karena ini film pertama yang diproduksi setelah sang aktor tutup usia, fokus cerita bergeser pada keponakan Tora, Mitsuo. Tapi sosok Tora tetap muncul di sana-sini lewat adegan flashback dan teknologi digital.

Setelah ikut tenggelam pada haru biru dan nostalgia film yang membuka perhelatan Festival Film Tokyo (TIFF) 2019 ini, muncul rasa penasaran untuk mampir ke kampung halaman Tora-san di Shibamata yang tak jauh dari Tokyo.
Patung Sakura di stasiun Shibamata, Tokyo. (ANTARA/Nanien Yuniar)

Baca juga: Film Denmark "Uncle" menang Grand Prix Festival Film Tokyo 2019

Baca juga: "Old Men Never Die", lansia mencari malaikat pencabut nyawa


Di sana, ada museum yang didedikasikan untuk tokoh fiksi tersebut. Pun museum berisi karya Yoji Yamada, sutradara gaek yang membuat film seri "Otoko wa Tsurai yo" dan masih aktif berkarya meski usianya sudah 88 tahun.

Katsushika Shibamata dipilih oleh sutradara Yoji Yamada setelah ia dan staf produksi film mencari lokasi pengambilan gambar terbaik di sana-sini. Kota yang masih asri dan kental nuansa tradisional ini memberikan suasana hangat, di mana penduduknya hidup akrab. Kota ini menjadi lokasi syuting semua film-film Tora-san.

Pada 13 Februari 2019, Katsushika Shibamata dipilih menjadi National Important Cultural Landscape di Tokyo yang pertama.
Sebuah sudut di Shibamata, Tokyo. (ANTARA/Nanien Yuniar)


Shibamata jauh dari hiruk pikuk kota metropolitan Tokyo dimana gedung-gedung pencakar langit ada di berbagai penjuru dan semua orang tampak berjalan terburu-buru.

Perjalanan menggunakan moda kereta dari Tokyo ke Shibamata memakan waktu satu jam. Seiring berjalannya waktu, pemandangan yang terlihat di luar jendela kereta berubah dari perkotaan menjadi pemukiman yang lebih sepi.

Gerbong kereta menuju Shibamata hampir kosong. Hanya ada beberapa turis membawa koper besar yang berniat pergi ke bandara. Begitu keluar stasiun, patung Tora-san dan Sakura, adiknya, menyambut orang-orang yang tiba di Shibamata.

Tora-san seolah sedang pamit pada Sakura, hendak berkelana ke penjuru Jepang untuk berdagang sebelum ia kembali lagi kelak ke rumah keluarganya.
Petunjuk menuju museum Tora-san di Shibamata, Tokyo. (ANTARA/Nanien Yuniar)
Taishakuten Sando Temple Road di Shibamata, Tokyo. (ANTARA/Nanien Yuniar)


Poster-poster dan pamflet berisi perayaan 50 tahun Tora-san menghiasi penjuru Shibamata, khususnya di area di sekitar stasiun. Tak jauh dari stasiun, terlihat Taishakuten Sando, jalanan bergaya kota tua Jepang menuju kuil Shibamata Taishakuten, berisi deretan kios-kios yang menjual makanan kecil dan jajanan tradisional Jepang.

Suasana jalan tersebut mengingatkan pada kedai-kedai di sekitar kuil-kuil Kyoto atau Asakusa. Bedanya, turisnya tidak terlalu banyak. Kalau mau bebas menjelajahi tempat ini, datanglah sejak pagi ketika toko-toko baru buka dan jalanan masih lengang dari pengunjung.
Pernak pernik bergambar "Tora-san" di Taishakuten Sando Temple Road, Shibamata, Tokyo. (ANTARA/Nanien Yuniar)
Kuil Shibamata Taishakuten (ANTARA/Nanien Yuniar)


Setelah melewati kios-kios yang menjual mochi, senbei hingga mainan-mainan tradisional, Anda akan melihat kuil tua besar yang juga disebut-sebut dalam film "Tora-san", Shibamata Taishakuten.

Konon, permohonan pada Sang Maha Kuasa agar diberikan panjang umur, bebas dari malapetaka dan kesejahteraan akan terkabul bila berdoa di kuil yang aslinya bernama Kyoei-zen Daikyoji.
Museum Tora-san di Shibamata, Tokyo. (ANTARA/Nanien Yuniar)


Sekitar 200 meter dari sana, Anda akan melewati perumahan yang sepi. Peta dan rambu penunjuk penanda bahwa ada museum yang menyimpan segala informasi mengenai seri film yang dicintai masyarakat Negeri Sakura sejak berpuluh-puluh tahun lalu.

Topi yang jadi ciri khas dari penampilan Tora menjadi simbol yang menghiasi sudut museum. Tiket dapat dibeli di sebuah vending machine, namun ada petugas yang siap membantu bila ada calon pengunjung yang kesulitan dalam membeli tiket.

Jika punya waktu luang yang lebih banyak, coba beli tiket untuk menjelajahi tiga tempat sekaligus, Museum Tora-san, Museum Yoji Yamada dan Yamamoto-tei.

Sayangnya, semua penjelasan dalam museum terdiri dari bahasa Jepang. Namun jangan khawatir karena museum menyediakan brosur berisi keterangan singkat dalam bahasa Inggris.
Museum Tora-san (ANTARA/Nanien Yuniar)


Pengunjung Museum Tora-san akan disambut dengan ruangan yang memperlihatkan seluk beluk proses pengambilan gambar film.

Kita bisa membayangkan suasana sutradara Yoji saat mengarahkan suatu adegan dari kursi, corong dan clap sutradara yang dipajang di ruang pembuka. Kemudian, ada gambar-gambar di balik layar mengenai proses make up, pencahayaan hingga pengeditan film.

Di ruang selanjutnya, ada beberapa diorama menarik yang diiringi suara narasi Sakura (diperankan Chieko Baisho), adik Tora. Suaranya yang khas menggema, menghidupkan diorama yang memperlihatkan masa kecil Tora, pengembaraan hingga kepulangannya ke kampung halaman di Katsushika Shibamata setiap kali petualangannya berakhir.
Kurumaya, set toko dango dan rumah keluarga Tora-san (ANTARA/Nanien Yuniar)


Ruangan selanjutnya semakin menarik, set lokasi syuting Kurumaya alias toko dango milik paman dan bibi Tora, tempat tinggal mereka semua. Rumah ini betul-betul diboyong dari Studio Ofuna ke museum.

Semua dihadirkan secara detil, mulai dari bangku dan kursi pembeli, dapur, juga ruangan berlantai tatami yang jadi lokasi syuting adegan-adegan ikonik saat Tora dan keluarganya asyik bercengkrama.

Set syuting ikonik lainnya adalah suasana Asahi Printing Works yang dihiasi dengan mesin cetak, mengingatkan pencinta Tora-san pada adegan terkenal antara Tora dan Hiroshi, juga Presiden Tako dan para pekerjanya.
Maket Kurumaya, set toko dango dan rumah keluarga Tora-san (ANTARA/Nanien Yuniar)


Di situ juga ada maket Kurumaya, toko kue dango sekaligus rumah keluarga Tora, dengan skala 1/16. Bila dilihat seksama, di dalam maket juga terdapat karakter-karakter dalam film, ada yang sedang bersantai, ada yang sedang bercengkrama.

Ruangan berikutnya memamerkan versi kecil dari jalanan Taishakuten Sando yang pasti Anda lewati saat berjalan kaki dari stasiun Shibamata menuju museum. Rekonstruksi toko-toko lawas dengan sentuhan-sentuhan tradisional khas Jepang menarik untuk diamati, terutama mereka yang sudah familier dengan film-film Tora-san.

Satu hal yang jadi ciri khas film Tora-san adalah bertaburnya aktris-aktris Negeri Sakura yang menjadi "Madonna", cinta tak berbalas sang pengembara. Pengunjung bisa melihat profil-profil aktris Jepang yang merebut hati Tora-san, menonton cuplikan adegan-adegan terkenal atau bermain kuis interaktif untuk mengetahui seberapa dalam pengetahuan pengunjung tentang Tora-san.

Baca juga: Bincang-bincang bersama Oka Antara di Festival Film Tokyo 2019

Baca juga: "A Beloved Wife", dinamika hubungan suami istri yang tak selalu manis
Pengunjung museum melihat memorabilia film-film Tora-san (ANTARA/Nanien Yuniar)


Stasiun kereta masa lampau yang kerap mewarnai film-film Tora-san juga dihadirkan di sini, lengkap dengan gerbong Taishaku Handcar Railway dan kursi penumpang kereta yang membuat Anda serasa kembali ke masa lalu.

Sambil duduk bersantai, Anda dapat menikmati cuplikan adegan film di jendela yang disulap jadi layar.

Di pojok lain, terdapat lemari kaca yang memamerkan memorabilia film; busana ikonik Tora-san yang berupa setelan jas krem motif kota-kotak, isi koper Tora-san hingga handuk dan kain pengikat kepala yang sering dipakai si pemeran utama dalam film.

Perjalanan di museum diakhiri dengan koridor yang dihiasi proyeksi foto-foto para perempuan dalam hidup Tora, begitu juga puluhan poster Tora-san dari masa ke masa.

Baca juga: "Uncle", secuplik kehidupan dan mimpi di pedesaan Denmark

Baca juga: Bincang-bincang bersama Yosep Anggi Noen di Festival Film Tokyo 2019

 


 

Pewarta: Nanien Yuniar
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2019