• Beranda
  • Berita
  • Politikus sebut pemilihan kepala daerah via DPRD tak langgar UUD

Politikus sebut pemilihan kepala daerah via DPRD tak langgar UUD

17 November 2019 17:31 WIB
Politikus sebut pemilihan kepala daerah via DPRD tak langgar UUD
Ketua Harian DPD I Partai Golkar Provinsi Jawa Tengah Dr. H.M. Iqbal Wibisono, S.H., M.H. ANTARA/dokumentasi pribadi

Gubernur, bupati, dan wali kota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis

Politikus Partai Golkar Iqbal Wibisono menyebut pemilihan kepala daerah melalui DPRD tidak melanggar Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sehingga tidak masalah jika wakil rakyat yang menentukan kembali wali kota/bupati di daerah masing-masing.

"Pilkada langsung dilaksanakan setelah amendemen UUD 1945 meskipun sebenarnya dalam UUD NRI Tahun 1945 Pasal 18 Ayat (4) tidak tertulis secara gamblang pemilihan langsung," kata Dr. H.M. Iqbal Wibisono, S.H., M.H. yang juga Ketua Harian DPD I Partai Golkar Provinsi Jawa Tengah di Semarang, Minggu.

Bunyi Pasal 18 Ayat (4) UUD NRI Tahun 1945: "Gubernur, bupati, dan wali kota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis."

Baca juga: DPRD OKU nilai Pilkada 2020 dipilih dewan sulit terwujud
Baca juga: Pilkada 2020, Satgas Nusantara petakan wilayah rawan keamanan


Menyinggung kembali soal pemilihan kepala daerah melalui DPRD, Iqbal menyatakan bahwa itu semua bergantung pada niat para penyelenggara negara untuk memperbaiki sistem pilkada agar lebih efektif, profesional, dan proporsional, serta tidak memakan korban dan biaya yang lebih efisien.

Iqbal memandang perlu merevisi Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 1/2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1/2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi Undang-Undang jika opsinya pemilihan lewat DPRD.

Alumnus Program Doktor (S-3) Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro (Undip) ini mengemukakan bahwa pemilihan kepala daerah langsung oleh rakyat ada nilai positif maupun negatifnya. Hal ini bergantung pada cara pandang dari mana pilkada itu akan dilihat atau dikaji.

Dilihat dari penyelenggaraan, pilkada langsung memerlukan anggaran yang besar, mulai dari persiapan sampai pelaksanaan.

Kendati demikian, menurut Iqbal, besar kecil anggaran sebetulnya bukan menjadi masalah. Permasalahan yang lebih substantif adalah bagaimana setelah pilkada, rakyat merasakan kehidupan yang sejahtera adil dan makmur, bukan malah makin sengsara.

Jika dilihat dari sisi politis, kata politikus Partai Golkar ini, pilkada langsung jauh nemiliki legitimasi yang kuat karena rakyat ikut terlibat langsung dalam memilih pemimpinnya.

Namun, di lain pihak, dalam pilkada langsung ini pemerintah harus ekstra keras untuk menjaga stabiltas keamanan agar masyarakat tetap terlindungi. Hal ini mengingat fanatisme antarpendukung calon apabila tidak terkendali bisa berakibat melahirkan malapetaka dan keresahan masyarakat.

"Tidak bisa dipungkiri bahwa tidak sedikit kepala daerah yang terjerat kasus korupsi. Pasalnya, untuk menjadi kepala daerah, memerlukan biaya cukup material," kata Iqbal yang pernah sebagai Ketua Komisi E DPRD Provinsi Jawa Tengah.

Iqbal menekankan, "Dengan fakta-fakta tersebut, saya kira akan lebih efektif, efisien, dan produktif apabila ke depan pilkada dikembalikan ke DPRD."

"Hal itu semua sangat bergantung pada kemauan pemerintah dan DPR ketika mempersiapkan UU pilkada sebagai payung hukumnya," kata Iqbal menegaskan.

Baca juga: Pemkab Yalimo alokasikan Rp60 miliar untuk pilkada
Baca juga: Pilkada langsung dinilai blunder, begini saran politisi PKS

Pewarta: D.Dj. Kliwantoro
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2019