Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengatakan perlu adanya kajian akademis secara mendalam terkait pelaksanaan Pilkada langsung yang sudah berlangsung 15 tahun.
"Saya garis bawahi pernyataan saya, bahwa pelaksanaan Pilkada langsung harus dievaluasi," kata Tito Karnavian di Jakarta, Senin.
Baca juga: Mendagri: Evaluasi Pilkada bukan berarti dikembalikan kepada DPRD
Baca juga: Analis politik sebut daerah berpotensi konflik jangan pilkada langsung
Baca juga: Presiden tegaskan pilkada tetap melalui pemilihan langsung
Tito menambahkan semua kebijakan publik apalagi menyangkut masyarakat banyak dan sistem pemilihan, juga perlu dievaluasi setelah berapa penyelenggaraan.
"Nah kemudian evaluasi itu harus dilakukan dengan mekanisme evaluasi kajian akademik, jangan kajian empirik berdasarkan pemikiran semata," kata Mendagri.
Metode penelitiannya juga harus dilakukan secara benar oleh institusi yang reliabel dengan reputasi yang bagus.
"Mungkin tiga sampai empat kajian lembaga penting yang terkenal baru kita lihat hasilnya, bisa saja temuannya nanti (menyatakan) bahwa publik lebih sepakat dengan Pilkada langsung terus dilanjutkan," ucapnya.
Namun, kalau nanti kajian akademiknya menunjukkan tidak perlu Pilkada langsung tapi Pilkada asimetris maka hal tersebut menurut Tito juga perlu jadi pertimbangan.
Sementara Pilkada asimetris itu maksudnya menurut Tito, tidak semua Pilkadanya langsung, dan guna melihat model tersebut perlu dibuat indeks kedewasaan demokrasi tiap-tiap daerah.
"Saya sudah bicara dengan Kepala Pusat Statistik dan Kepala Balitbang di Kemendagri untuk menggunakan anggaran itu untuk mencoba melihat indeks demokrasi, daerah mana yang siap melaksanakan Pilkada langsung dan tidak," ujarnya.
Dengan kajian akademis itu, Kemendagri menurut dia tidak pada posisi pengambil keputusan memilih sistem Pilkada langsung, tidak langsung, atau asimetris.
Pewarta: Boyke Ledy Watra
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2019