• Beranda
  • Berita
  • Teten sarankan petani teh berkoperasi kembangkan "specialty tea"

Teten sarankan petani teh berkoperasi kembangkan "specialty tea"

19 November 2019 21:43 WIB
Teten sarankan petani teh berkoperasi kembangkan "specialty tea"
Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki (kedua kiri) bertemu dengan komunitas “specialty tea” di Jakarta, Selasa (19/11/2019). ANTARA/Hanni Sofia/am.

Ini masuk ke dalam produksi teh artisan yang punya value yang tinggi. Apalagi kita punya sejarah yang panjang soal teh, teh sudah menjadi bagian dalam kultur Indonesia

Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki menyarankan para petani teh di Indonesia untuk berkoperasi dalam upaya mengembangkan segmen pasar “specialty tea” sekaligus bermitra dengan eksportir teh.

Setelah bertemu dengan sejumlah anggota komunitas teh di Kantor Kementerian Koperasi dan UKM Jakarta, Selasa, Teten mengatakan potensi pasar teh kualitas nomor satu atau “specialty tea” sangat besar sebagai komoditas dengan nilai jual yang tinggi.

“Ini masuk ke dalam produksi teh artisan yang punya value yang tinggi. Apalagi kita punya sejarah yang panjang soal teh, teh sudah menjadi bagian dalam kultur Indonesia,” kata Teten.

Tercatat saat ini dari segi struktur produksi teh di Indonesia sebanyak 40 persen merupakan perkebunan rakyat, 20 persen dari kelolaan swasta, dan 30 persen oleh PTP.

“Sekarang untuk pasar di dalam negeri teh masih impor. Kalau kita bisa geser dengan konsumsi dengan produk dalam negeri yang sekarang sudah canggih seperti artisan ini yang ada 5 jenis teh ini pasti bagus. Ini bisa menjadi suatu prioritas kita untuk mendorong menjadi produk yang kita dukung pengembangannya,” katanya.

Oleh karena itu, Teten sangat menyarankan kepada para petani teh di Indonesia membentuk koperasi. “Saya sarankan ada mitra tani kebun yang dibuat dalam bentuk koperasi sehingga nanti kita bisa lebih berkembang lagi. Kita punya rencana untuk bikin festival dan bikin road map yang jangka panjang,” katanya.

Teten juga menekankan pentingnya untuk membangun brand bagi teh berkualitas Indonesia. Menurut dia, pengelolaan dan pengembangan teh di Indonesia harus berbeda dan inovatif.

Sementara itu, salah satu anggota komunitas “specialty tea” yakni Ketua Bidang Promosi Dewan Teh Indonesia Ratna Somantri mengatakan pihaknya sudah memiliki rencana khusus untuk mempopulerkan “specialty tea” di Indonesia.

“Banyak orang di Indonesia belum mengenal specialty tea ini, padahal ada beberapa teh kita yang sudah mendapat penghargaan. Seperti teh dari Bukit Sari yang mendapat penghargaan di Prancis, Australia, dan Jepang tapi orang kita sendiri belum kenal, itu yang mau kita angkat,” kata Ratna yang juga Head of Promotion Association of Indonesia Specialty Tea itu.

Ia juga menyayangkan pasar teh di Indonesia masih didominasi dengan produk teh impor sehingga ke depan perlu ada road map industri teh dari hulu ke hilir. Selain itu sekaligus bagaimana mempopulerkan dan meningkatkan teh Indonesia agar bisa menjadi tuan rumah di negeri sendiri.

Pihaknya sangat mengharapkan dukungan pemerintah dari sisi teknologi produksi yang tepat guna, pembiayaan, hingga pemasaran. “Dan sama-sama kita menciptakan satu brand yang khas Indonesia,” katanya.

Lima Jenis

Sementara itu, pelaku industri “specialty tea” dari Tangerang yakni Product Manager PT Bukit Sari Ronald Goenawan mengatakan saat ini di Indonesia ada lima jenis teh yakni white tea, green tea, black tea, olong tea, dan herbal tea.

“Dari segi UMKM yang paling menarik adalah untuk melakukan blend bagi mereka sendiri. Kita sudah bicara dengan Pak Menteri untuk ‘production sharing’ untuk nanti kita bisa engage juga ke level petani dan kita bisa bantu dari segi penjualannya sampai ke luar negeri,” katanya.

Sedangkan mitra petani teh Pasir Canar dari Cianjur Selatan Ferri Kurnia mengatakan ia membudidayakan teh di lahan seluas 6 hektare dan sisanya mengumpulkan dari produk para petani.

“Kami bersama petani membudidayakan teh, specialty tea, untuk memasok cafe-cafe dan ternyata mampu menarik eksportir masuk,” kata Ferri.

Namun kendalanya masih banyak petani teh yang belum memahami cara perawatan teh untuk kualitas tinggi dengan baik.

“Karena sudah terbelenggu lama dengan cara perawatan yang tradisional yang asal-asalan saya coba ubah ke specialty tea untuk mendapatkan bahan baku yang bagus itu saya butuh kurang lebih satu tahun. Berawal dari satu petani yang mau, karena yang biasanya mereka ambil pucuk diarit sekarang harus pakai tangan dan harus tiga daun paling atas. Dan itu perjalanannya lumayan susah untuk mengedukasi itu,” katanya.

Hal itu ia terus lakukan secara telaten kepada satu petani dan kini sudah ada 30 petani binaannya yang mengikuti cara pemetikan teh yang baik untuk mendapatkan teh premium.

Ia menyatakan teh premium dengan kualitas terbaik harga jualnya sangat tinggi mulai dari Rp100 ribu hingga jutaan rupiah perkgnya. 

Baca juga: Bahan heboh bukan segalanya untuk hasilkan seduhan teh juara

Baca juga: William Wongso tekankan pentingnya edukasi keragaman teh Indonesia

Baca juga: Koperasi SJS bangkitkan kejayaan teh zaman Belanda

 

Pewarta: Hanni Sofia
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2019