"Kami optimis karena jumlah yang mendukung Pak Bambang sudah 50 persen plus satu, itu berarti cukup kuat," ujar Ulla, dalam keterangan tertulisnya, di Jakarta, Rabu.
Baca juga: Fahmi Idris: Aklamasi mungkin saja terjadi dalam Munas Golkar
Baca juga: Munas Golkar, Analis: Airlangga masih berpeluang besar
Baca juga: Fahmi Idris yakin Munas Golkar tidak munculkan partai baru
Meski demikian, konsolidasi tetap dilakukan agar peta suara tidak berubah hingga pemilihan ketua umum saat Munas pada Desember nanti.
Menurut dia, dukungan dari 367 DPD tingkat II kepada Bamsoet untuk menjadi ketua umum Partai Golkar merupakan pilihan objektif kader setelah melihat kondisi Golkar saat ini.
"Partai ini milik kader, mereka adanya di DPD I dan DPD II. Mereka objektif melihat partai, apa yang mereka rasakan selama ini, nyaman atau tidak. Kalau tidak nyaman, mereka berhak mengatur rumahnya sendiri," kata Ulla.
Terkait dukungan DPD I kepada Airlangga Hartarto yang disampaikan saat Rapimnas lalu, menurut Ulla, sah-sah saja. Tapi, dia berharap DPD I juga objektif melihat Golkar di bawah kepemimpinan Airlangga.
"Kader tidak merasakan perkembangan positif Golkar. Jumlah suara turun. Apa yang bisa dikatakan berhasil? Kalau dalam politik kan ukuran sukses itu suara. Kalau Pak Airlangga sukses di kementerian, itu berbeda," kata Ulla.
Pada Pileg 2019, suara Partai Golkar berada diperingkat tiga dengan perolehan 17.229.789 suara atau 12,31 persen. Di atasnya ada Partai Gerindra dan PDIP. Padahal saat Pileg 2014, Golkar berhasil meraih 18.432.312 suara atau 14,75 persen.
Turunnya suara Golkar saat Pileg 2019 karena banyak faktor, salah satunya internal partai berlambang Pohon Beringin itu tidak kondusif. Airlangga tidak mampu merangkul kader Golkar hingga ke tingkat akar rumput.
"Bisa dilihat bahwa Pak Airlangga itu pergaulannya terbatas, hanya di tingkat elite saja, tidak mengakar. Bamsoet sangat dinamis, lebih adaftif dan mengakar," kata pengamat politik Ujang Komarudin.
Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2019