Menteri Luar Negeri RI periode 2009-2014, Marty Natalegawa, berpendapat Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) harus aktif mendorong India untuk bergabung dalam perjanjian Kemitraan ekonomi Komprehensif Regional (Regional Comprehensive Economic Partnership/RCEP).Ini adalah waktu bagi ASEAN, khususnya Indonesia, untuk mengirimkan utusan dan berupaya mendorong India masuk ke dalam RCEP. ASEAN secara kolektif tidak bisa pasif terhadap persoalan ini
Pendapat tersebut diungkapkan Marty Natalegawa mengenai sikap India yang menolak menandatangani kesepakatan perjanjian Kemitraan ekonomi Komprehensif Regional (Regional Comprehensive Economic Partnership/RCEP) tahun depan.
"Ini adalah waktu bagi ASEAN, khususnya Indonesia, untuk mengirimkan utusan dan berupaya mendorong India masuk ke dalam RCEP. ASEAN secara kolektif tidak bisa pasif terhadap persoalan ini," kata Marty dalam seminar bertajuk "Indonesia dalam ASEAN" yang diselenggarakan oleh lembaga pemikir kebijakan, CSIS, di Jakarta, Rabu.
Marty menyebut bahwa perjanjian itu harus ditandatangani dalam keadaan yang benar-benar telah matang karena akan menjadi bukti aksi nyata atas konsep sentralitas kewilayahan--ASEAN Centrality.
Nilai mendasar RCEP yang diinisiasi pada 2011 dan diluncurkan secara formal pada 2012 ketika Indonesia menjabat sebagai Ketua ASEAN itu, tutur Marty, adalah untuk menghubungkan titik-titik negara mitra eksternal ASEAN agar posisi Perserikatan Bangsa-Bangsa di Asia Tenggara itu bisa menyeluruh, tidak hanya secara geoekonomi, namun lebih dari itu yakni secara geopolitik.
Menurut Marty, belajar dari kelemahan Kerja Sama Ekonomi Asia-Pasifik (Asia-Pacific Economic Cooperation/APEC) di mana India tidak ikut bergabung di dalamnya, ASEAN semestinya "tidak mengulangi kesalahan yang sama" dengan cenderung merelakan India dalam RCEP.
Baca juga: Presiden Jokowi berharap RCEP dapat ditandatangani tahun depan
Terlebih dengan fakta bahwa India menempati posisi strategis secara geografi maupun ekonomi yang berdampingan dengan China, jika negara itu ditinggalkan, maka RCEP kemungkinan akan berjalan dengan pincang, kurang keseimbangan.
Di sisi lain, Indonesia melalui Menteri Luar Negeri Retno Marsudi justru kembali menegaskan bahwa ASEAN tidak boleh tersandera dengan sikap India yang masih belum bisa dipastikan keikutsertaannya dalam perjanjian RCEP.
Hal itu menjelaskan alasan 15 negara peserta RCEP menyepakati negosiasi berbasis teks berisi 20 bab perundingan yang mencakup pokok-pokok pengaturan serta hak dan kewajiban pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-3 RCEP di Thailand pada awal November lalu.
Sejak awal, RCEP melibatkan 16 negara yang terdiri dari 10 negara anggota ASEAN serta enam negara mitra eksternalnya, yaitu China, Jepang, Korea Selatan, Australia, Selandia Baru, dan India.
Namun belakangan India mempertimbangkan untuk menarik diri dari perjanjian itu, sebagaimana Perdana Menteri India Narendra Modi dalam KTT ke-3 RCEP menyebut bahwa dia tidak mendapat jawaban positif ketika mengukur RCEP sehubungan dengan kepentingan semua rakyatnya.
"Ini yang akan menjadi tantangan. Tetapi kita juga tidak bisa tersandera, karena sudah cukup lama, lebih dari tujuh tahun kita menegosiasikan perjanjian tersebut," kata Retno di Jakarta pada Selasa (19/11).
Baca juga: Negosiasi berbasis teks telah disepakati 15 negara anggota RCEP
Baca juga: China maklumi RCEP tak sesuai harapan semua pihak
Baca juga: Lima belas negara Asia-Pasifik sepakati perjanjian dagang
Pewarta: Suwanti
Editor: Azis Kurmala
Copyright © ANTARA 2019