"Untuk putusan lepas dengan terdakwa Syarifuddin Arsyad Tumenggung, tim JPU (Jaksa Penuntut Umum) KPK sedang memperdalam pertimbangan-pertimbangan hukum untuk kebutuhan mempersiapkan pengajuan peninjauan kembali," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Kamis.
Syafruddin merupakan tersangka kasus korupsi terkait pemenuhan kewajiban pemegang saham Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) selaku obligor Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) kepada BPPN.
Baca juga: KPK buka kemungkinan ajukan PK dalam perkara BLBI
Baca juga: KPK susun strategi baru kasus BLBI pasca pelanggaran etik hakim MA
Baca juga: MA: Hakim yang lepaskan terdakwa BLBI terbukti langgar etik
Untuk diketahui, putusan majelis Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pada 24 September 2018 yang menjatuhkan vonis 13 tahun penjara ditambah denda Rp700 juta subsider 3 bulan kurungan kepada Syafruddin.
Sedangkan pada 2 Januari 2019 Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta memperberat vonis Syafruddin menjadi pidana penjara selama 15 tahun dan pidana denda sebesar Rp1 miliar dengan ketentuan bila denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan.
Namun, Syafruddin mengajukan kasasi ke MA dan membatalkan putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Tinggi DKI Jakarta No 29/PID.SUS-TPK/2018/PT DKI tanggal 2 Januari 2019 yang mengubah amar putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No 39/PID.SUS/TPK/2018/PN.JKT.
Majelis kasasi menilai bahwa Syafruddin melakukan perbuatan yang didakwakan tapi bukan dikategorikan sebagai perbuatan pidana.
Ketua majelis Salman Luthan sependapat bahwa perbuatan SAT adalah tindak pidana korupsi namun hakim anggota I, Syamsul Rakan Chaniago berpendapat bahwa perbuatan SAT merupakan perbuatan hukum perdata. Sedangkan hakim anggota 2 Mohamad Asikin berpendapat bahwa perbuatan SAT merupakan pelanggaran hukum administrasi.
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2019