"Menciptakan kemerdekaan belajar tidak cukup dengan pidato, namun Menteri Nadiem harus melakukan langkah-langkah nyata," kata Komisioner KPAI Bidang Pendidikan Retno Listyari dalam keterangan tertulisnya, Senin.
Ia mengatakan bahwa peningkatan kapasitas guru melalui berbagai pelatihan sangat penting dalam mewujudkan kemerdekaan belajar.
"Hasil penelitian menunjukkan bahwa selama 25 tahun terakhir tidak ada perubahan cara mengajar para guru dalam proses pembelajarannya di ruang-ruang kelas," katanya.
Retno mengatakan bahwa pelatihan guru tidak harus melulu soal metode, tetapi juga mencakup materi lain yang menunjang pewujudan kemerdekaan dalam pembelajaran seperti soal Konvensi Hak Anak dan upaya mewujudkan sekolah ramah anak.
"Kalau guru berkualitas, maka siswanya pasti berkualitas. Jika guru dan siswanya berkualitas, pasti sekolahnya berkualitas. Kalau sekolah-sekolah berkualitas di suatu daerah, maka pendidikan di daerah tersebut pastilah berkualitas. Jadi intinya perubahan pendidikan harus dimulai dari guru," katanya.
Ia menambahkan, sekolah juga memerlukan guru yang tidak dibelenggu kurikulum dan kewajiban administrasi mengajar.
Retno juga merekomendasikan penyediaan akses yang lebih luas bagi anak-anak dari keluarga tidak mampu untuk mengikuti pendidikan sekolah menengah pertama (SMP) serta sekolah menengah atas atau kejuruan (SMA/SMK) mengingat lama belajar anak-anak di Indonesia rata-rata masih sekitar 8,5 tahun, lebih pendek dari waktu sembilan tahun yang dibutuhkan untuk lulus SMP.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020-2025 menargetkan lama seorang anak bersekolah rata-rata 9,1 tahun dan untuk mendukung pencapaian target jumlah sekolah negeri mesti ditambah, katanya.
Ia mengutip data pokok pendidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang menunjukkan pada tahun ajaran 2017/2018 jumlah sekolah dasar (SD) hingga sekolah menengah atas, termasuk sekolah luar biasa, seluruhnya 307.655 sekolah yang terdiri atas 169.378 sekolah negeri dan 138.277 sekolah swasta. Perinciannya ada 148.244 SD, 38.960 SMP, 13.495 SMA dan 13.710 SMK.
Retno menilai, angka-angka tersebut menunjukkan bahwa jumlah sekolah dengan jenjang yang lebih tinggi dari SD masih terbatas dan kondisi itu mempengaruhi kesempatan anak untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi selepas SD.
Baca juga:
KPAI harapkan tokoh agama jadi pelopor pelindungan anak
Menteri Nadiem berkomitmen memerdekakan unit pendidikan
Retno juga merekomendasikan penyediaan akses yang lebih luas bagi anak-anak dari keluarga tidak mampu untuk mengikuti pendidikan sekolah menengah pertama (SMP) serta sekolah menengah atas atau kejuruan (SMA/SMK) mengingat lama belajar anak-anak di Indonesia rata-rata masih sekitar 8,5 tahun, lebih pendek dari waktu sembilan tahun yang dibutuhkan untuk lulus SMP.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020-2025 menargetkan lama seorang anak bersekolah rata-rata 9,1 tahun dan untuk mendukung pencapaian target jumlah sekolah negeri mesti ditambah, katanya.
Ia mengutip data pokok pendidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang menunjukkan pada tahun ajaran 2017/2018 jumlah sekolah dasar (SD) hingga sekolah menengah atas, termasuk sekolah luar biasa, seluruhnya 307.655 sekolah yang terdiri atas 169.378 sekolah negeri dan 138.277 sekolah swasta. Perinciannya ada 148.244 SD, 38.960 SMP, 13.495 SMA dan 13.710 SMK.
Retno menilai, angka-angka tersebut menunjukkan bahwa jumlah sekolah dengan jenjang yang lebih tinggi dari SD masih terbatas dan kondisi itu mempengaruhi kesempatan anak untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi selepas SD.
Baca juga:
KPAI harapkan tokoh agama jadi pelopor pelindungan anak
Menteri Nadiem berkomitmen memerdekakan unit pendidikan
Pewarta: Katriana
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2019