"Negara tidak boleh membatasi hak politik seseorang untuk menjadi calon pemimpin, termasuk eks napi koruptor," kata Atang, di Kupang, Senin, terkait usulan larangan kepala daerah mantan koruptor dalam pemilihan kepala daerah.
Ketua KPU, Arief Budiman, mengusulkan aturan tentang larangan kepala daerah eks napi koruptor masuk ke dalam Peraturan KPU (PKPU) tentang Pencalonan dalam Pemilihan Kepala Daerah 2020.
Baca juga: Napi koruptor dilarang jadi calon kepala daerah, DPR belum sepakat
Pada pemilihan legislatif 2019, KPU membuat PKPU yang melarang eks caleg napi koruptor ikut pemilu. PKPU digugat ke Mahkamah Agung karena dianggap bertentangan dengan peraturan di atasnya. Oleh MA, peraturan itu dibatalkan dan calon legislatif eks napi koruptor boleh mencalonkan diri.
Menurut Atang, semestinya KPU tidak perlu mempersoalkan calon eks napi koruptor menjadi calon kepala daerah, maupun calon anggota legislatif.
Baca juga: Aturan larangan bekas koruptor harus diperkuat revisi UU Pilkada
KPU kata dia, seharusnya memberikan kesempatan kepada rakyat untuk menentukan pilihan, apakah calon eks napi koruptor itu layak dipilih untuk menjadi pemimpin mereka atau tidak.
Artinya, jika rakyat menjatuhkan pilihan pada eks napi koruptor, maka negara harus menerima karena itulah pilihan rakyat, kata dia.
Baca juga: PKPU larangan koruptor maju pilkada masih digodok
Karena itu, negara tidak seharusnya membuat larangan kepada figur eks napi koruptor untuk menjadi calon kepala daerah maupun wakil kepala daerah, tetapi menyerahkan sepenuhnya pada rakyat, katanya.
Baca juga: Pakar: Nusakambangan dapat memberikan efek jera bagi koruptor
Pewarta: Bernadus Tokan
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2019