Serangkaian unjuk rasa berkembang menjadi gelombang kerusuhan anti pemerintah, yang menyaksikan sedikitnya 100 bank dan puluhan bangunan dibakar dalam kekerasan terparah sejak setidaknya Iran mengusir "Revolusi Hijau" pada 2009, ketika puluhan orang tewas selama beberapa bulan.
Iran menyalahkan "para penjahat" yang terkait dengan orang-orang buangan dan musuh-musuh asing, seperti AS, Israel dan Arab Saudi, karena memprovokasi kerusuhan di jalanan.
Setelah beberapa hari unjuk rasa di puluhan kota yang mengecam kerusuhan, Iran menggelar aksi propemerintah di ibu kota, yang akan dipimpin oleh komandan elit Pengawal Revolusi (IRGC), yang membantu meredam kerusuhan.
"Saya merekomendasikan mereka (negara asing) menyaksikan unjuk rasa hari ini, untuk melihat siapa sesungguhnya orang-orang di Iran dan apa yang mereka katakan," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri, Abbas Mousavi, dalam pernyataan yang disiarkan stasiun TV pemerintah.
"Kami terkejut bahwa menteri luar negeri dari salah satu negara asing tertentu membungkuk sangat rendah untuk meminta agar sejumlah video pembakaran bank ... dikirim ke mereka," kata Mousavi.
"Kami mengakui hak untuk berkumpul secara damai...Namun situasinya berbeda bagi para perusuh ... dan kelompok yang mendapat arahan (dari asing) dan bersenjata."
Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo pekan lalu melalui Twitter meminta pengunjuk rasa Iran agar mengirim sejumlah foto atau video penumpasan aksi protes kepada AS. "Amerika Serikat akan mempublikasi dan mengecam penyiksaan terhadap massa," katanya.
Sumber: Reuters
Baca juga: Demo tandingan pro-pemerintah berlanjut di Iran
Baca juga: Iran selenggarakan pawai pro-pemerintah setelah unjuk rasa hari keenam
Pewarta: Asri Mayang Sari
Editor: Atman Ahdiat
Copyright © ANTARA 2019