"Indonesia Joining Force ingin mendorong berbagai pihak, termasuk media, untuk meningkatkan kesadaran terkait isu kekerasan pada anak, khususnya hukuman fisik di sekolah," kata Manajer Projek Indonesia Joining Force Laura Hukom melalui siaran pers yang diterima di Jakarta, Selasa.
Laura mengatakan sekolah harus menjadi ruang yang aman bagi anak. Lingkungan sekolah yang aman akan mendorong anak berpartisipasi dalam proses belajar.
"Mari bersama-sama menciptakan sekolah sebagai lingkungan yang aman dan nyaman untuk anak-anak belajar dan berkegiatan," tuturnya.
Penelitian yang dilakukan Indonesia Joining Force pada 2019 menemukan hanya 16,8 persen siswa yang menyatakan merasa aman di sekolah. Sisanya menyebutkan merasa tidak aman dan sangat tidak aman. Menurut penelitian, toilet dan kantin merupakan area yang paling sering menjadi tempat kejadian kekerasan di sekolah.
Data International Centre for Research of Women dan Yayasan Plan International Indonesia juga menunjukkan 84 persen anak mengalami kekerasan fisik, emosi, atau seksual di sekolah.
"Setiap satuan pendidikan seharusnya bisa menerapkan prosedur standar operasi untuk mencegah tindak kekerasan dengan mengacu pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 82 Tahun 2015," kata Laura.
Anggota Konvensi Hak Anak PBB Mikiko Otani juga mendorong pemerintah Indonesia menjalankan kebijakan dan program yang efektif untuk menjadikan sekolah sebagai tempat yang aman bagi anak.
Indonesia Joining Force merupakan gabungan dari Childfund International di Indonesia, Yayasan Plan International Indonesia, SOS Children's Villages Indonesia, Yayasan Sayangi Tunas Cilik, Yayasan PKPA bersama Federasi Internasional Terre des Hommes, dan Wahana Visi Indonesia.
Baca juga:
KPAI: zonasi sekolah bisa bantu turunkan kasus kekerasan pada anak
Kekerasan seksual pada anak laki-laki meningkat
Pewarta: Dewanto Samodro
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2019