• Beranda
  • Berita
  • Paradoks demokrasi, Tito: Jakarta kayak kampung dibandingkan Shanghai

Paradoks demokrasi, Tito: Jakarta kayak kampung dibandingkan Shanghai

26 November 2019 19:48 WIB
Paradoks demokrasi, Tito: Jakarta kayak kampung dibandingkan Shanghai
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian (kanan) bersiap mengikuti rapat kerja dengan Komisi II DPR di kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (26/11/2019). Rapat membahas pergeseran anggaran Kemendagri 2019 dan kebutuhan anggaran blangko KTP elektronik. ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/pras.


​​Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menjelaskan beberapa tahun terakhir ini terjadi paradoks demokrasi, sistem yang selama ini dianggap tepat menyejahterakan rakyat pada kenyataannya terbalik.

Tito Karnavian di Jakarta, Selasa, mengatakan jika sistem yang dianut bangsa dikomparasikan dengan memberikan variabel pertumbuhan ekonomi, maka negara non demokrasi atau otoriter yang menunjukkan keberhasilan.

Pada waktu 1998 ketika Tito menempuh pendidikan di Australia dan New Zealand, setiap hari yang dibicarakan adalah ancaman-ancaman ekonomi dan militer China yang akan berkembang besar.

"Kita itu 1998 mungkin berpikir ah ini negara dengan Jakarta saja Beijingnya kita lihat masih seperti kampung, sekarang terbalik-balik, Pak anies kalau saya yakin bapak ke China, terbalik kalau kita melihat (sekarang), Jakarta kayak kampung dibandingkan dengan Shanghai," kata dia.

Pada kesempatan itu, Tito menjelaskan lima tahun terakhir demokrasi yang dianggap sebagai instrumen atau sistem yang dapat mengangkat kesejahteraan rakyat menimbulkan keraguan.

Sistem demokrasi, apalagi model liberal beberapa waktu lalu dianggap tepat untuk pembangunan kesehatan rakyat, merujuk contoh di negara-negara yang menerapkan itu, Amerika dan Eropa.

"Tapi kita lihat dalam waktu lima tahun terakhir ini, terjadi suatu perubahan atau fenomena yang menarik untuk dikaji, yaitu ketika variabel sistem politik kemudian dikorelasikan dengan variabel pertumbuhan ekonomi," kata dia.

Ternyata, di negara yang menganut sistem demokrasi liberal, seperti Amerika malah mengalami stagnasi ekonomi, kemudian Eropa juga menghadapi problem yang sama bahkan Inggris bereaksi untuk keluar.

"Tapi di negara-negara yang menganut sistem nondemokrasi yang dianggap sistemnya tidak tepat untuk kesejahteraan rakyat malah terbalik," kata dia.

China dengan satu partai yang nondemokratik melompat ekonominya, kemudian Vietnam juga menunjukkan hal yang sama, Thailand yang beralih dari sipil ke junta militer menunjukkan lompatan ekonomi.

"Ini tantangan bagi kita, kalau kita bisa membuktikan maka masyarakat akan melihat demokrasi menjadi baik, tapi kalau tidak, mungkin masyarakat mencari alternatif sistem politik yang lain, di situ muncul khilafah dan tawaran semi otoriter," ujarnya.

Baca juga: Anggota DPR ingatkan Mendagri hati-hati kelola KTP-El

Baca juga: Mendagri singgung ketimpangan anggaran provinsi untuk masyarakat

Baca juga: Mendagri: ormas tak sesuai Pancasila perlu diluruskan

Baca juga: Mendagri: Gubernur hendaknya jadi wakil pemerintah pusat dan pembina

Pewarta: Boyke Ledy Watra
Editor: Yuniardi Ferdinand
Copyright © ANTARA 2019