• Beranda
  • Berita
  • MRT Jakarta tawarkan lima hak penamaan stasiun di 2020

MRT Jakarta tawarkan lima hak penamaan stasiun di 2020

27 November 2019 16:34 WIB
MRT Jakarta tawarkan lima hak penamaan stasiun di 2020
Direktur Utama PT MRT Jakarta William Sabandar memberikan keterangan kepada awak media usai paparannya yang bertajuk “MRT Jakarta: Mengawal Keberlanjutan” di Jakarta, Rabu (27/11/2019). ANTARA/ Juwita Trisna Rahayu.

Bundaran HI ini nanti kita akan buka, potensinya besar

PT MRT Jakarta menawarkan lima hak penamaan stasiun (naming rights) di 2020, sehingga akan ada 10 stasiun yang sudah dikontrak hak penamaannya dan mampu menambah kontribusi pendapatan.

"Sekarang sudah ada lima, target kita lima lagi di tahun depan," kata Direktur Utama PT MRT Jakarta William Sabandar dalam paparannya yang bertajuk “MRT Jakarta: Mengawal Keberlanjutan” di Jakarta, Rabu.

Lima stasiun yang sudah mendapatkan kontrak hak penamaan stasiun, yakni Dukuh Atas BNI, Setiabudi Astra, Istora Mandiri, Blok M BCA dan Lebak Bulus Grab.

MRT Jakarta memiliki 13 stasiun, namun satu stasiun, yakni stasiun ASEAN tidak dikontrak untuk hak penamaan karena pemberian Pemerintah DKI Jakarta sebagai apresiasi kepada ASEAN.

Sehingga, dengan adanya target 10 stasiun yang sudah dikontrak hak penamaan stasiunnya, MRT Jakarta memiliki dua stasiun lagi yang masih kosong.

Baca juga: MRT Jakarta optimistis bukukan laba Rp70 miliar pada 2019

Salah satu stasiun dengan hak penamaan yang memiliki nilai tertinggi, yakni Stasiun Bundaran HI di mana MRT Jakarta masih menunda untuk membuka penawaran.

"Bundaran HI ini nanti kita akan buka, potensinya besar,” kata William

Ia menyebutkan hak penamaan termasuk salah satu kontribusi terbesar dari sisi pendapatan nontiket (non-farebox) yakni mencapai 33 persen setelah periklanan 55 persen.

Sebagai contoh, untuk nilai kontrak hak penamaan Stasiun Lebak Bulus oleh Grab, yakni Rp33 miliar setahun.

“Untuk itu, naming rights ini harus kita pacu untuk menambah pendapatan dari sisi non-farebox,” katanya.

Baca juga: Jika kinerja terjaga, MRT Jakarta bersiap melantai di bursa pada 2022

William mengatakan sumber pendapatan dari non-tiket sebesar Rp225 miliar, lebih besar dibandingkan dengan pendapatan dari tiket atau farebox senilai Rp180 miliar hingga akhir 2019.

Dari pendapatan non-tiket itu, kontribusi paling besar, yakni periklanan 55 persen, hak penamaan stasiun (naming rights) 33 persen, telekomunikasi dua persen dan retail serta Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) satu persen.

Adapun untuk sembilan persen lainnya bersumber dari bunga bank dan selisih kurs senilai Rp40 miliar.

Baca juga: Mengulas alur pendanaan MRT hingga upaya menutupi biaya operasi

Pewarta: Juwita Trisna Rahayu
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2019