"Kami akan laporkan ke Dewan Etik besok, pasti akan buat laporannya," ujar kuasa hukum pemohon, Zico Simanjuntak, usai sidang pengucapan putusan di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis.
Pemohon dalam laporannya ingin mempertanyakan pihak yang memerintahkan pemajuan jadwal sidang serta alasan Mahkamah tetap memutus perkara walaupun sudah dilakukan pencabutan perkara.
Baca juga: Pemohon ungkap alasan gugat revisi UU KPK sebelum diundangkan
Ia telah mengajukan surat pencabutan perkara pada 19 November 2019, tetapi tetap mendapat surat panggilan sidang pleno pengucapan putusan pada 20 November 2019.
Ia pun mempertanyakan dalam surat panggilan putusan tertera untuk pengujian UU Nomor 19/2019 tentang Perubahan UU KPK, sedangkan dalam putusan disebut pengujian UU Nomor 16/2019 Tentang Perubahan UU Nomor 1/1974 Tentang Perkawinan.
Baca juga: Pemohon sudah perkirakan uji materi revisi UU KPK tidak diterima
Ada pun permohonan uji materi terhadap revisi UU KPK yang diajukan mahasiswa dari berbagai universitas serta masyarakat umum itu tidak diterima Mahkamah Konstitusi karena salah objek.
Pemohon mencantumkan UU Nomor 16/2019 dalam permohonan sebagai Undang-Undang Perubahan kedua atas UU Nomor 30/2002 tentang KPK, padahal tidak benar.
UU Nomor 16/2019 merupakan perubahan atas UU Nomor 1/1974 Tentang Perkawinan. Atas ketidakpuasan itu, Simanjuntak mengajukan kembali permohonan uji materi terhadap revisi UU KPK atas nama pribadi.
Baca juga: Salah objek, uji materi revisi UU KPK tidak diterima
"Saya kan akhirnya maju sendiri karena saya kecewa, saya harus memperhatikan dan memperbaiki dengan benar-benar sampai jelas. Jangan sampai dibilang tidak dapat diterima lagi," ucap dia.
Pewarta: Dyah Dwi Astuti
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2019