"Gini Rp 1,8 triliun itu sebenarnya termasuk hotel. Tapi hotelnya kan jadi dihilangkan sehingga terpotong Rp 200 miliar jadi total seluruhnya Rp 1,6 triliun," kata Direktur Utama Jakpro Dwi Wahyu Darwoto dalam rapat di ruang Komisi B DPRD DKI Jakarta.
Baca juga: Seniman tidak ingin ada kegiatan komersial di kawasan TIM
Baca juga: Fraksi PDIP akan pertemukan seniman TIM dengan Disparbud DKI
Baca juga: Ini susunan fasilitas Wisma Taman Ismail Marzuki
Dihilangkannya fasilitas hotel berbintang oleh Jakpro dalam revitalisasi TIM atas desakan para seniman TIM yang menolak adanya pembangunan fasilitas komersialisasi di pusat kesenian itu.
Selain itu, Dwi menyebutkan penghilangan fasilitas hotel berbintang dalam revitalisasi TIM menyebabkan usulan penggantian fasilitas berupa amfiteater.
Oleh karena itu, Dwi meminta izin pada DPRD DKI untuk diberikan waktu merevisi rencana bisnis, keuangan serta desain bersama arsitek Andra Matin untuk revitalisasi TIM yang diharapkan selesai pada 2021.
"Daripada kita mengawang-ngawang gitu, mungkin sekalian kunjungan lapangan kesana, saya presentasikan di kantor TIM dalam waktu seminggu dua minggu ini lah," kata Dwi meminta waktu untuk merevisi desain dan rencana bisnis revitalisasi TIM itu.
Seperti yang diketahui para seniman TIM menolak adanya pembangunan hotel maupun fasilitas komersial lainnya karena dianggap dapat menggeser fungsi utama TIM sebagai pusat kesenian menjadi tempat meraup keuntungan.
Mengetahui rencana pembangunan hotel dalam revitalisasi Taman Ismail Marzuki maka DPRD DKI juga menolak bahkan Ketua DPRD DKI memastikan tidak ada pembangunan kawasan komersial di TIM.
"Gak, gak, gak ada hotel, kita gak kasih, kita potong dia 400 miliar. Cuma kita kasih di JakPro untuk masalah TIM Rp 200 miliar tidak ada buat hotel," kata Prasetio Edi saat ditemui usai Rapat Paripurna selesai, Kamis (28/11).
Pewarta: Livia Kristianti
Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2019