• Beranda
  • Berita
  • Kredit perbankan melambat, tumbuh 6,53 persen di Oktober 2019

Kredit perbankan melambat, tumbuh 6,53 persen di Oktober 2019

29 November 2019 18:49 WIB
Kredit perbankan melambat,  tumbuh 6,53 persen di Oktober 2019
Deputi Komisioner Pengawas Perbankan III Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Slamet Edy Purnomo (tengah) di Jakarta, Jumat (29/11/2019). (Antara/Indra Arief Pribadi)

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat pertumbuhan kredit perbankan pada Oktober 2019 mencapai 6,53 persen secara tahunan (year on year/yoy), atau mencatatkan perlambatan jika dibandingkan September 2019 yang sebesar 7,89 persen (yoy).

Perlambatan pada Oktober 2019 ini menandakan perlambatan yang terjadi beruntun. Pada September 2019, kredit yang tumbuh 7,89 persen juga tercatat melambat jika dibandingkan Agustus 2019 yang sebesar 8,59 persen.

Deputi Komisioner Pengawas Perbankan III OJK Slamet Edy Purnomo di Jakarta, Jumat, mengatakan lambatnya pertumbuhan kredit ini disebabkan karena turunnya penyaluran kredit di sektor pertambangan yang turun hingga empat persen. Secara nominal, kredit pertambangan tergerus Rp5 triliun pada Oktober 2019.

Baca juga: Survei BI: Pertumbuhan kredit baru melambat pada triwulan III-2019

"Paling dalam turun tambang dan konstruksi. Tambang turunnya Rp 5 triliun atau minus empat persen sampai Oktober. Tambang karena rantai transportasi hilir belum bangkit walau harga batu bara naik tapi transportasi terganggu jadi tidak bisa tingkatkan ekspor," kata dia.

Namun, secara segmentasi di Oktober 2019, kredit perbankan untuk investasi mampu tumbuh 11,2 persen secara tahunan (yoy).

Sejalan dengan kredit yang melambat, OJK juga mencatat kenaikan risiko kredit perbankan. Pasalnya, pada Oktober 2019, rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) di industri perbankan naik menjadi 2,73 persen, dibanding September 2019 yang sebesar 2,66 persen. Penopang dari kenaikan NPL ini yaitu industri pengolahan, di mana total kredit yang disalurkan pada industri tersebut senilai Rp900 triliun hingga Oktober 2019.

Baca juga: Komisi XI cecar Perbanas soal lambatnya penurunan bunga kredit

"Jadi, di industri pengolahan dampak dari risiko kredit macet (Debitur) Duniatex, kan ada pengolahan. Bukan di tekstil di hilirnya, tapi di hulu juga," kata Slamet.

Slamet mengatakan total utang Duniatex ke perbankan dan industri keuangan non-bank senilai Rp 22 triliun. Utang tersebut masih mungkin bertambah karena total utang Duniatex masih dibahas dan dikumpulkan. Saat ini kreditur Duniatex pun tengah mendaftarkan tagihannya di Penundanaan Kewajiban dan Pembayaran Utang (PKPU).

"Nanti di PKPU akan ketahuan total aslinya. Mudah-mudahan dari total itu ketemu akumulasi lalu kesepakatan, lalu restrukturisasi," kata Slamet.

Pewarta: Indra Arief Pribadi
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2019