Dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Unand Padang, Sumatera Barat menemukan masih tingginya prevalensi anak stunting di Kabupaten Tanah Datar yakni mencapai 43,18 persen.
"Penemuan tersebut berdasarkan hasil studi efek jangka panjang pemberian suplementasi gizi dan stimulasi psikososial terhadap tumbuh kembang anak usia lima tahun di Kabupaten Tanah Datar pada 2017," kata dosen FKM Unand Dr Helmizar saat dihubungi dari Padang, Minggu.
Ia menyebutkan menurut Riskesdas prevalensi stunting di Sumatera Barat pada 2010 mencapai 32,7 persen kemudian mengalami peningkatan di 2013 yaitu 39,2 persen, sedangkan di Kabupaten Tanah Datar prevalensi balita stunting mencapai 38,8 persen.
Baca juga: Presiden Jokowi targetkan stunting berkurang jadi 14 persen pada 2024
Baca juga: Panglima TNI : Anak-anak perbatasan jangan terkena stunting
"Setelah saya lakukan lagi penelitian di Kabupaten Tanah Datar 2017 ditemukan prevalensi anak stunting masih tinggi sebesar 43,18 persen. Hal ini menunjukkan Provinsi Sumatera Barat termasuk salah satu dari 20 provinsi yang prevalensi balita stunting di atas prevalensi nasional," kata dia.
Menurut Riskesdas masalah kesehatan masyarakat dianggap berat dan serius bila prevalensi stunting mencapai 30 sampai 39 persen.
Menurut dia masalah stunting banyak ditemukan di negara miskin dan berkembang seperti negara Indonesia.
Berdasarkan Riskesdas 2010 diketahui prevalensi balita stunting di Indonesia mencapai 35,6 persen dan mengalami peningkatan di 2013 hingga 37,2 persen.
"Prevalensi stunting tersebut lebih tinggi dibandingkan angka prevalensi kurang gizi yakni 17,9 persen, balita kurus 13,3 persen serta balita gemuk 14 persen," kata dia.
Menurut dia stunting itu merupakan kekurangan gizi kronis artinya kekurangan asupan gizi dalam waktu yang cukup lama, sehingga mengakibatkan gangguan pertumbuhan anak yakni tinggi badan anak lebih rendah atau pendek dari standar usianya.
"Rendahnya status gizi yang dihadapi masyarakat merupakan suatu masalah sosial yang akan berdampak pada kualitas sumber daya manusia karena akan mempengaruhi kecerdasan, daya tahan tubuh terhadap penyakit, kematian bayi, kematian ibu dan produktifitas kerja," kata dia menerangkan.
Ia berharap masyarakat betul-betul serius memperhatikan pertumbuhan anak agar anak memperoleh gizi yang cukup, bahkan pencegahan stunting juga dapat dilakukan sejak dalam kandungan.
Menurutnya pemberian asupan gizi yang cukup untuk pertumbuhan dan perkembangan anak penting, dengan memanfaatkan penganan lokal yang diberikan sebagai Pemberian Makanan Tambahan (PMT) kepada ibu hamil dan anak penderita gizi buruk agar kondisinya segera pulih.
Kemudian aspek stimulasi seperti tradisi manjujai yang sudah jarang dilakukan di Minangkabau, perpaduan asupan gizi yang cukup dan stimulasi manjujai akan mempengaruhi tumbuh kembang anak.
Pada sisi lain ia juga menyampaikan pemberian makanan tradisional berupa dadih juga efektif mencegah stunting.
Fermentasi susu kerbau tersebut memiliki banyak kandungan gizi yang diperlukan tubuh, di antaranya mengandung 16 asam amino seperti 13 asam amino esensial dan mengandung vitamin A.
Dadih juga mengandung 39,8 persen protein, vitamin B dan K, selain itu dadih juga cukup populer di beberapa kabupaten atau kota di Sumatera Barat seperti Agam, Bukittinggi, Solok, Limapuluh Kota, dan Tanah Datar.
"Setelah saya lakukan penelitian pada 2019 di Agam dan Tanah Datar menunjukkan kadar protein dadih yaitu 12,4 persen, selain itu dadih juga merupakan solusi terbaik bagi penderita intoleransi laktosa," kata dia.
Kemudian ia juga mengatakan Kabupaten Tanah Datar merupakan salah satu daerah penghasil dadih di Provinsi Sumbar, namun berdasarkan hasil penelitian persentase anak stunting di sana cukup besar yakni 43,18 persen.
"Setelah lakukan penelitian ternyata masih banyak masyarakat yang belum mengetahui manfaat dadih, bahkan kebanyakan masyarakat tidak menjadikan dadih sebagai makan utama," kata dia.
Baca juga: IGI: Perlu pelibatan banyak pihak cegah kekerdilan
Baca juga: IGI: Perlu pelibatan banyak pihak cegah kekerdilan
Pewarta: Laila Syafarud
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2019