"Pengusaha dari Irlandia tersebut tertarik membeli kopi robusta dari Lombok setelah mencicipi cita rasanya ketika berada di Korea Selatan bersama mitra bisnisnya," kata Lalu Thoriq, satu-satunya eksportir kopi di NTB, ketika ditemui di Mataram, Minggu.
Baca juga: NTB ingin promosikan kopi Sumbawa dan Lombok
Mantan tenaga kerja Indonesia yang pernah bekerja di Korea Selatan itu menyebutkan kopi robusta yang dibeli dari petani di Kabupaten Lombok Utara tersebut dikenalkan oleh mitra bisnisnya di Korea Selatan kepada pengusaha Irlandia yang juga rekan bisnisnya.
Setelah mendapatkan informasi, pengusaha dari Irlandia tersebut langsung tertarik untuk membeli kopi robusta dari Lombok. Namun, untuk tahap awal hanya akan memasok puluhan kilogram dulu sambil melihat perkembangan pasarnya.
Baca juga: Banyak diburu pembeli, harga kopi robusta melambung
"Yang diminta adalah biji kopi mentah. Nanti baru diolah di sana (Irlandia), agar sesuai dengan selera yang diinginkan. Sama dengan yang saya kirim ke Korea Selatan selama ini," ujar Lalu Thoriq.
Dengan adanya pasar baru tersebut, kata dia, jumlah negara tujuan ekspor kopi robusta yang dilayaninya bertambah menjadi dua negara, setelah sebelumnya hanya memasok ke mitra bisnisnya di Korea Selatan.
Baca juga: Fine robusta tingkatkan kesejahteraan petani kopi
Pasokan kopi robusta ke Korea Selatan pada tahun pertama pengiriman (2017) hanya 200 kilogram, kemudian meningkat menjadi dua ton dan ditargetkan mencapai 21 ton pada 2020.
Thoriq menambahkan pihaknya menyanggupi permintaan yang terus meningkat dari mitra bisnisnya karena sudah memiliki petani binaan di Kecamatan Gangga, Kabupaten Lombok Utara, selain mengandalkan dari hasil kebun sendiri seluas tiga hektare.
Baca juga: Belajar menganalisa cita rasa kopi dengan "cupping"
"Saya berani karena ketersediaan dan produksi kopi robusta di Pulau Lombok relatif besar. Luas wilayah kerja saya untuk mendapatkan kopi robusta di Kabupaten Lombok Utara saja mencapai 500 hektare," ujarnya.
Untuk menjaga kemitraan, Thoriq mengaku berani memberikan harga yang sedikit lebih tinggi kepada petani. Asalkan petani mau menjual biji kopi yang sudah matang atau berwarna merah di pohon.
"Jadi sistemnya, saya membeli dengan cara memetik sendiri, tetapi kalau petani mau membantu memetik, saya berikan biaya upah di luar harga beli. Petani tertarik dengan pola seperti itu," katanya.
Pewarta: Awaludin
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2019