• Beranda
  • Berita
  • Pasar wisata Indonesia posisi tiga setelah Korsel dan Jepang

Pasar wisata Indonesia posisi tiga setelah Korsel dan Jepang

2 Desember 2019 19:05 WIB
Pasar wisata Indonesia posisi tiga setelah Korsel dan Jepang
Dua orang wisatawan menyelam di obyek wisata taman laut Olele di Kabupaten Bone Bolango, Gorontalo, Minggu (17/11/2019). (ANTARAFOTO/Adiwinata Solihin)
Pasar wisata aktivitas Indonesia mencapai 6 miliar dolar AS atau sekitar Rp84,6 triliun kata Head of Marketing Traveloka Xperience Terry Santoso, mengutip data perusahaan riset pasar asal Amerika Serikat, Goldman Sachs.

Terry menjelaskan, mengacu data internal Traveloka terjadi peningkatan wisata aktivitas dari tahun ke tahun di wilayah Asia dan sekitarnya. Menurut data itu, Korea Selatan menduduki peringkat pertama jumlah wisata aktivitas tertinggi di Asia, dengan peningkatan enam kali lipat dari tahun sebelumnya.

Peringkat kedua diduduki Jepang dengan peningkatan empat kali lipat dari tahun lalu. Mengejutkannya, Indonesia berada di posisi ketiga dengan peningkatan tiga kali lipat dibanding tahun sebelumnya.

"Experience marketnya sudah besar. Total marketnya ada 180 miliar dolar AS, sepertiganya ada di Asia, dari situ 10 persennya ada di Indonesia," ujar Terry dalam pemaparannya saat peluncuran kerjasama Traveloka dengan Doraemon di Jakarta, Senin.

Baca juga: Doraemon ikon promosi liburan akhir tahun Traveloka

Baca juga: Lima hal yang bikin libur lebih produktif


Indonesia berhasil menyalip Singapura dan Thailand yang masing-masing berada posisi keempat dan kelima dengan peningkatan dua kali lipat.

"Indonesia dengan kehadiran Traveloka Xperience itu meningkat lebih pesat dibandingkan negara Asia Tenggara lainnya, yaitu tiga kali lipat. Jadi, intercities activity, jadi orang Jakarta, misalnya ke Kota Wisata Batu untuk pergi ke Jatim Park misalnya, itu meningkat tiga kali lipat dibandingkan tahun lalu," ujar Terry.

Lebih jauh, Terry melihat pasar wisata aktivitas menghadapi tiga tantangan. Pertama, kabanyakan wisata aktivitas terjadi secara offline, sehingga pertumbuhannya tidak seperti perkembangan digital.

"Di market ini experiences enggak seperti komoditas travel seperti akomodasi atau transportasi, bisnis itu sangat granular, dari yang besar sampai yang kecil, dari bisnis taman wisata, sampai bisnis rumah tangga, misalnya jual struddle atau barber shop," kata Terry.

Kedua, karena ini bisnis wisata aktivitas terjadi secara offline, lanjut Terry, sulit bagi pemilik bisnis untuk memberikan inspirasi.

Ketiga, soal kepercayaan. Menurut Terry, harus ada kepercayaan antara operator dan konsumen.

"Di sini Traveloka Xperience coba hadirkan, di mana sebagai platform kita tidak hanya memasukkan barang begitu saja, tapi kita melakukan seleksi yang ketat supaya konsumen yang membeli experience apapun di 12 kategori yang kami punya merasakan experience yang baik," ujar dia.

Dua belas kategori yang ditawarkan Traveloka Xperience antara lain atraksi, film, acara, hiburan, kecantikan dan spa, olahraga, taman bermain, transportasi, tur, pelengkap bepergian, makanan dan minuman, serta kelas dan workshop.

Sejak Traveloka Xperience diluncurkan pada 20 Juni 2019, platform tersebut telah memiliki 35 juta pengguna dan telah mengantongi 45 juta unduhan aplikasi.

"Traveloka Xperience seberasa besar bisnis kami saat ini, ibaratnya setiap kali saya dan teman-teman bernapas, ada satu booking yang terjadi sekarang," ujar Terry.

Baca juga: Inisatif program pariwisata berkelanjutan dilakukan Traveloka-WWF

Baca juga: Liburan tak harus ke luar negeri, pilih "staycation" atau "vacation"?

Baca juga: Liburan ke Bandung ? Belum komplet sebelum Shopping di 5 Mal ini !

Pewarta: Arindra Meodia
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2019