Anggota Komisi VI DPR RI Deddy Yevri Hanteru Sitorus menginginkan terwujudnya elektrifikasi hingga mencapai 100 persen di pulau Kalimantan, yang selama ini juga berperan penting dalam membangun penerangan hingga ke pelosok negeri dengan berbagai hasil batu baranya.Kita ini menikmati listrik dari Kalimantan, batu baranya semua kan dari Kalimantan. Ini saya kira kita semua sebenarnya berutang kepada seluruh manusia di Kalimantan
"Kita ini menikmati listrik dari Kalimantan, batu baranya semua kan dari Kalimantan. Ini saya kira kita semua sebenarnya berutang kepada seluruh manusia di Kalimantan," kata Deddy Yevri Hanteru Sitorus dalam rilis di Jakarta, Selasa.
Hingga semester I 2019, rasio elektrifikasi di Indonesia telah mencapai 98,81 persen. Jika pada 2018 rumah tangga berlistrik berjumlah 66.921.705, hingga akhir Juni 2019 jumlahnya menjadi 67.548.773 atau mengalami penambahan sebanyak 627.068 rumah tangga.
Menurut Deddy, elektrifikasi di Kalimantan perlu diperhatikan dengan benar, terlebih lokasi ibu kota baru akan berada di Kalimantan Timur.
Selain itu, ujar dia, perlu pula diperhatikan elektrifikasi untuk di Kalimantan Utara dan Kalimantan Barat yang merupakan "teras depan" Republik Indonesia.
Untuk itu, politisi PDIP itu menyebutkan bahwa hal tersebut harus diprioritaskan guna mempercepat pembangunan negara dalam rangka menjadikan Kalimantan sebagai ibu kota negara.
"Saya kira ini semua harus digenjot dengan benar. Karena apa? Tanpa listrik orang tidak bisa pintar. Sudah gelap gulita, mau belajar gimana anak-anak. Belum lagi bagaimana berharap ada ekonomi yang baik, industri rumah tangga misalnya, kalau listriknya tidak ada. Bahkan investor pun kesulitan, padahal kita punya hasil maritim yang besar, rumput laut yang besar tetapi tidak bisa diolah oleh masyarakat," katanya.
Oleh karena itu, ia menegaskan bahwa mengenai permasalahan elektrifikasi perlu perhatian khusus.
Sebagaimana diwartakan, upaya untuk meningkatkan keterlibatan pihak swasta dalam investasi listrik dalam rangka membantu pencapaian rasio elektrifikasi di Tanah Air harus dilaksanakan antara lain dengan mengatasi berbagai hambatan regulasi.
"Perlu dukungan kebijakan dan regulasi untuk melibatkan swasta, misalnya mekanisme pendanaannya akan menjadi apa, model bisnisnya seperti apa," kata Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa di Jakarta, Senin (11/11).
Menurut dia, penting untuk melibatkan pihak swasta dalam penyediaan akses energi, di mana keterlibatan swasta dalam investasi dapat diarahkan misalnya pada berbagai wilayah yang sesuai untuk solusi off-grid dan tidak ekonomis untuk disambung jaringan listrik dalam jangka waktu 5-10 tahun mendatang.
Ia berpendapat bahwa melibatkan swasta dalam perluasan kelistrikan desa hanya dapat dilakukan dengan menyingkirkan hambatan kebijakan, institusi, dan pendanaan.
Selain itu, instrumen KPBU (Kerja sama Pemerintah dengan Badan Usaha) dalam bentuk availibility payment dapat dipakai untuk membayar investasi swasta.
Demikian pula dengan pilihan pendanaan nonpublik seperti CSR atau hibah dapat dipakai untuk mengurangi biaya investasi awal listrik pedesaan.
Baca juga: Anggota DPR ingin pemerintah verifikasi data pelanggan listrik
Baca juga: Ibu kota baru butuh pasokan listrik tambahan 1.555 MW
Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2019