"Laporan PISA sangat penting, memberi kita semua perspektif pendidikan Indonesia. Terkadang, kita tidak sadar dengan apa yang menjadi perhatian oleh PISA ini," ujar Nadiem dalam peluncuran hasil PISA di Jakarta, Selasa.
Nadiem mengibaratkan hasil PISA tersebut dengan guru penggerak yang datang ke kelas untuk mengobservasi kondisi kelas. Nadiem menyebutnya sebagai cara belajar.
"Kita tidak bisa mengetahuinya, tanpa ada perspektif dari luar. Kunci belajar mendapatkan perspektif dari berbagai bidang," kata dia.
Nadiem juga meminta agar data PISA disampaikan apa adanya agar bisa dievaluasi lebih baik.
Dalam kesempatan itu, Nadiem menyoroti sejumlah kemajuan Indonesia terutama dalam upaya menarik anak-anak di luar sekolah, kembali ke sekolah. Meski demikian, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan.
Pertama, hampir semua sumber daya dan guru yang bagus berkumpul di sekolah bagus, yang mana diisi oleh siswa-siswa yang berasal dari keluarga dengan kondisi ekonomi yang bagus juga.
Kedua, perundungan yang terjadi di sekolah. Nadiem mengaku kaget karena masih banyak perundungan di sekolah.
Baca juga: Mendikbud tegaskan UN masih diselenggarakan pada 2020
Baca juga: Segera proses kepegawaian guru yang lolos seleksi PPPK, sebut PGRI
Baca juga: Mendikbud janji sederhanakan kurikulum
"Kemudian dari sisi kebahagiaan, siswa-siswa kita memiliki ketabahan yang tinggi. Ini harus ditangani, mau sampai kapan anak-anak kita dengan ketabahan bisa mengatasi trauma. Trauma itu tidak terlihat dalam waktu pendek, dalam dalam jangka panjang bermutasi ke arah yang tidak positif. Dalam hal ini, pendidikan karakter menjadi kunci," kata dia.
Selanjutnya, dari perkembangan pola pikir optimistis siswa Indonesia yang rendah. Siswa, kata Nadiem, dibiarkan dengan ketidakmampuan mengenali potensi diri. Untuk itu penting menanamkan rasa percaya diri pada siswa.
Terakhir, kecenderungan sekolah negeri lebih tinggi nilainya dibandingkan sekolah swasta. Padahal di negara lain, sekolah swasta memiliki nilai yang tinggi dibandingkan sekolah negeri.
Hasil PISA 2018 yang dirilis oleh Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) di Paris, Perancis, Selasa, menunjukkan bahwa kemampuan siswa Indonesia dalam membaca, meraih skor rata-rata yakni 371, jauh dibawah rata-rata OECD yakni 487.
Kemudian untuk skor rata-rata matematika yakni 379, sedangkan skor rata-rata OECD 487. Selanjutnya untuk sains skor rata-rata siswa Indonesia yakni 389, sedangkan skor rata-rata OECD yakni 489.
Laporan OECD tersebut juga menunjukkan bahwa sedikit siswa Indonesia yang memiliki kemampuan tinggi dalam satu mata pelajaran, dan pada saat bersamaan sedikit juga siswa yang meraih tingkat kemahiran minimum dalam satu mata pelajaran.
Dalam kemampuan membaca, hanya 30 persen siswa Indonesia yang mencapai setidaknya kemahiran tingkat dua dalam membaca. Bandingkan dengan rata-rata OECD yakni 77 persen siswa.
Sedangkan untuk bidang matematika, hanya 28 persen siswa Indonesia yang mencapai kemahiran tingkat dua OECD, yang mana rata-rata OECD yakni 76 persen. Dalam tingkatan itu, siswa dapat menafsirkan dan mengenali, tanpa instruksi langsung, bagaimana situasi dapat direpresentasikan secara matematis.*
Baca juga: Mendikbud : Mendongeng latih imajinasi anak
Baca juga: Mendikbud akan pangkas macam-macam regulasi
Baca juga: Hari guru, Mendikbud: Dua poin penting, guru merdeka dan penggerak
Pewarta: Indriani
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2019