Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengatakan bahwa sebagian masyarakat Indonesia, baik secara sosial maupun budaya, masih memandang rendah orang-orang yang mengalami disabilitas, terutama penyandang disabilitas mental.Bahwa mereka memiliki kebutuhan khusus, tentu yang harus dilakukan adalah upaya melakukan afirmatif. Langkah-langkah afirmatif itu yang harus selalu diupayakan
"Ada 'mindset' (pola pikir) yang masih menganggap, tidak hanya disabilitas mental tapi juga disabilitas yang lain, sebagai manusia yang rendah," kata Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik dalam konferensi pers yang digelar dalam rangka memperingati Hari Disabilitas Internasional di Kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Rabu.
Ia mengatakan sebagian masyarakat Indonesia masih menganggap orang-orang yang mengalami disabilitas sebagai masyarakat kelas rendah atau tidak tergolong ke dalam satu kelas tertentu.
"Bukan kelas dua, tapi dianggap sebagai manusia kelas empat atau lima atau enggak ada kelas sama sekali," katanya.
Kesalahan cara pandang tersebut, katanya, terjadi karena sebagian masyarakat masih menganggap penyandang disabilitas sebagai penyakit sosial sehingga keberadaan mereka kerap tidak diperhatikan dan bahkan hak-hak mereka juga direndahkan.
Menurut temuan Komnas HAM, para penyandang disabilitas mental tersebut cenderung dibuang oleh keluarga mereka sendiri karena dianggap memalukan bagi keluarga itu.
Baca juga: Komnas HAM sampaikan tiga isu penting HAM ke Presiden
Ketika mereka ditempatkan di panti-panti rehabilitasi sosial, mereka juga mendapatkan perlakuan yang tidak semestinya, seperti dikurung dan dipasung dalam tempat yang buruk untuk kesehatan mereka.
"Kita tidak menyadari bahwa kita sedang merendahkan martabat manusia lain dan mirisnya itu menjadi bagian dari kehidupan bangsa kita," katanya.
Taufan mengatakan masyarakat, termasuk juga pemerintah, menganggap penyandang disabilitas mental sebagai orang-orang yang memiliki masalah sosial sehingga perlu direhabilitasi dengan penanganan yang kerap mencederai hak asasi mereka.
"Dia menganggap orang-orang ini enggak punya moral, asosial, mau dijadikan punya moral dan sosial. Tidak dilihat dalam konteks hak asasi. Bahwa ini adalah sekelompok manusia, bangsa kita sendiri yang memiliki hak yang sama dengan yang lain," katanya.
Fenomena pemasungan orang-orang dengan disabilitas mental pada faktanya masih banyak terjadi bahkan di daerah perkotaan. Hal itu terjadi karena masyarakat menganggap perlakuan seperti itu sebagai wajar.
"Bahkan di tetangga kita juga ada disabilitas mental yang diperlakukan oleh keluarganya seperti itu. Dan itu dianggap wajar. Kalau pun masyarakat tahu, semua menganggap itu biasa saja," ujarnya.
Masyarakat, katanya, juga pemerintah, lupa bahwa penyandang disabilitas mental tersebut juga sebenarnya memiliki hak asasi yang sama dengan masyarakat umumnya.
Melalui konferensi pers tersebut, Komnas HAM bersama Perhimpunan Jiwa Sehat Indonesia (PJSI) dan Human Right Working Group (HRWG) ingin mengajak semua pihak untuk menyadari bahwa para penyandang disabilitas mental tersebut memiliki hak yang sama dan ingin diperlakukan sama dengan masyarakat lainnya.
"Bahwa mereka memiliki kebutuhan khusus, tentu yang harus dilakukan adalah upaya melakukan afirmatif. Langkah-langkah afirmatif itu yang harus selalu diupayakan," katanya.
Baca juga: Kabupaten/kota di Indonesia terapkan prinsip HAM masih sedikit
Baca juga: Presiden kampanye ucapan Hari Disabilitas Internasional yang aksesibel
Baca juga: Wapres Ma'ruf: Pemerintah tingkatkan akses lapangan kerja bagi difabel
Pewarta: Katriana
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2019