tidak ada jawaban pasti apa penyebab kematian biota laut ini
Aktivis lingkungan Bengkulu dari Yayasan Kanopi Hijau Indonesia, mendesak pemerintah daerah mengusut penyebab kematian sembilan ekor penyu yang mati dalam jangka waktu dua bulan di sekitar area pembuangan limbah air bahang Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara 2 x 100 Megawatt di Kelurahan Teluk Sepang, Kota Bengkulu.
"Dalam kurun dua bulan ini sudah sembilan ekor penyu yang mati dekat PLTU batu bara ini fenomena yang menggelisahkan masyarakat sehingga pemerintah harus respon cepat," kata Ketua Yayasan Kanopi Hijau Indonesia, Ali Akbar di Bengkulu, Rabu.
Ia mengatakan hal itu terkait penemuan empat ekor penyu dalam kondisi mati dalam radius 50 hingga 100 meter dari saluran pembuangan limbah bahang PLTU batu bara Teluk Sepang pada Rabu pagi.
Baca juga: Empat penyu ditemukan mati dekat PLTU Bengkulu
Atas penemuan empat ekor penyu oleh petugas BKSDA Bengkulu-Lampung tersebut kata Ali, dalam dua bulan terakhir sudah sembilan bangkai penyu ditemukan di pantai dekat dengan area pembangkit listrik berbahan bakar batu bara itu.
Dari catatan Kanopi, kematian penyu dan biota laut lainnya dimulai pada 10 November 2019 lalu pada 18 November 2019 kembali ditemukan penyu dan ikan mati di Pantai Teluk Sepang dan terakhir pada 4 Desember 2019 di mana sekaligus empat bangkai penyu ditemukan terdampar di pantai tersebut.
Sementara dari keterangan nelayan serta warga Kelurahan Teluk Sepang, kejadian penyu mati dalam jumlah banyak dan waktu yang berdekatan belum pernah terjadi di Pantai Teluk Sepang.
"Hingga kini belum diketahui penyebab pasti kematian penyu dan ikan ini meski rombongan tim DLHK Provinsi Bengkulu sudah turun ke lapangan dan mengukur suhu dan pH air limbah bahang namun tidak ada jawaban pasti apa penyebab kematian biota laut ini," ucapnya.
Padahal, seluruh jenis penyu merupakan fauna yang dilindungi berdasarkan lampiran Peraturan Menteri lingkungan hidup dan kehutanan Nomor P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018 perubahan kedua atas Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018 tentang jenis tumbuhan dan satwa yang dilindungi.
Sementara dalam analisis Kanopi Bengkulu atas dokumen Adendum Andal dan RKL-RPL PLTU batu bara Teluk Sepang 2 x 100 Megawatt, tidak ditemukan penjelasan tentang biota laut yaitu penyu pada rona lingkungan hidup. Hal yang dibahas dalam dokumen tersebut ditelaah hanya plankton, nekton (ikan dan udang) dan terumbu karang. Ini artinya, kata Ali, Andal proyek ini telah gagal mengidentifikasi entitas ekologis penting seperti penyu yang merupakan salah satu fauna yang dilindungi.
Atas kondisi ini lanjut dia, masyarakat sipil mendesak pemerintah daerah untuk memerintahkan penghentian seluruh aktivitas PLTU batu bara Teluk Sepang yang dilaksanakan oleh PT Tenaga Listrik Bengkulu hingga penyebab kematian biota laut di perairan Pantai Teluk Sepang diketahui secara pasti.
Pemerintah juga didesak untuk membentuk tim independen terdiri dari pemerintah, akademisi, dan warga dan kelompok masyarakat sipil untuk mengungkap penyebab kematian biota laut di sekitar PLTU batu bara Teluk Sepang.
Baca juga: BKSDA belum tahu sebab kematian penyu di dekat PLTU Bengkulu
Pewarta: Helti Marini S
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2019