Mahasiswa dalam kedempatan itu mengamati sebongkah bangunan yang diyakini bekas pintu gerbang di tepi Sungai Cibanten.
Bangunan itu oleh masyarakat sekitar dinamai Lawang Abang. Lawang artinya pintu dan abang bermakna merah.
Baca juga: Arkeologi Papua temukan Situs Triton di Teluk Wondama
Tak hanya meneliti bangunan Lawang Abang, mahasiswa juga memeriksa deretan nisan kubur atau makam bermotif unik, yang diyakini berasal dari Aceh. Mahasiswa juga mengidentifikasi sejumlah struktur bangunan yang terbuat dari susunan batu bata merah.
Secara umum bangunan tersebut selalu mengelilingi beberapa komplek makam dengan bentuk dan ukuran batu nisan yang sangat unik. Batu nisan itu bisa dipastikan berbahan batu andesit yang dipahat secara halus dan teliti.
Salah seorang dosen pendidikan sejarah Untirta, Arif Permana Putra mengatakan, pengenalan orientasi kajian arkeologi bagi mahasiswa itu sangat penting, untuk dijadikan bahan diskusi.
Dia berharap langkah ini nantinya akan menguatkan identitas ke-Bantenan bagi mahasiswa.
"Program kunjungan mahasiswa untuk pengenalan sejarah Islam di Banten ini akan dibakukan, agar mahasiswa mengenal lebih jauh soal sejarah Islam di Banten," kata Arif.
Salah seorang peserta kajian arkeologi, Aslikah mengaku sangat terpukau dengan bentuk bangunan yang ada di kawasan itu. Menurut dia perlu ada langkah dan kebijakan strategis untuk menyelamatkan benda-benda bersejarah itu.
"Mungkin yang harus diperhatikan adalah kajian yang lebih mendalam dan pengembangan serta pelestarian. Benda-benda itu membuktikan adanya peradaban Islam yang modern di sini," katanya.
Arkeolog sekaligus sejarawan asal Banten yang mendampingi mahasiswa dan dosen Untirta, Ali Fadhillah menegaskan, situs itu sangat penting tidak hanya bagi mahasiswa namun juga bagi stakeholder yang menangani sejarah dan benda-benda bersejarah.
"Jika melihat fakta-fakta yang ada, maka antara Banten dan Aceh ada hubungan ekonomi dan politik pada akhir abad XVI. Mungkin juga gerbang yang dinamai Lawang Abang itu dahulunya adalah dermaga tempat bersandarnya kapal-kapal niaga. Ini perlu kajian dan penelitian yang lebih intensif. Saya harap, kampus segera berkoordinasi dengan BPCB (Balai Pelestarian Benda Cagar Budaya)," kata Ali Fadilah.
Baca juga: Balar Papua temukan lukisan tebing prasejarah Sanepa
Pewarta: Mulyana
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2019