Anggota Komisi VIII DPR yang membidangi masalah agama, sosial, pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, bencana dan haji Ali Taher Parasong mengatakan sertifikasi dai untuk kalangan umum belum diperlukan.Kalau dai pemerintah tidak apa-apa, kalau dai masyarakat terlalu banyak karena setiap orang berpotensi menjadi dai
"Kalau dai pemerintah tidak apa-apa, kalau dai masyarakat terlalu banyak karena setiap orang berpotensi menjadi dai," katanya di Jakarta, Rabu.
Terkait pengawasan adanya dai gadungan lewat sertifikasi, Ali berpendapat juga belum perlu karena hal yang lebih penting dari itu adalah pengawasan kegiatan.
"Adanya dai gadungan karena tidak dilakukan monitoring terhadap aktivitasnya. Kalau mencegah dai gadungan dengan ukuran ijazah ya.. nggak bisa. Banyak kiai tidak punya ijazah," katanya.
Baca juga: Zakir Naik: Dai harus kuasai Al Quran
Baca juga: ACT sebarkan 79 dai ke pelosok Indonesia
Dia mengatakan para dai dari kalangan salafi (tradisional) banyak yang tidak memiliki ijazah tapi diakui masyarakat.
Maka dari itu, kata dia, hal yang diperlukan adalah pendataan. Pendataan itu bukan dengan maksud masyarakat tidak boleh menyampaikan pesan agama tapi perlu peraturan dalam pembinaan masyarakat.
Sebelumnya, persoalan sertifikasi dai mengemuka seiring adanya rencana Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk melakukan kegiatan penyetaraan.
MUI sedang menyusun daftar dai-dai yang berhak mendapat sertifikat. Beberapa persyaratannya mengusung ajaran Islam "ahlussunah wal jamaah", mendukung Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan ceramah yang disampaikan tidak membuat onar.
Baca juga: Program Dai tangguh menjadi perhatian kaum muslimin
Baca juga: Muhammadiyah Jateng: Sertifikasi dai jangan diwajibkan
Baca juga: IPNU Jatim cetak 100 dai muda
Baca juga: MUI luncurkan program dai untuk Papua
Pewarta: Anom Prihantoro
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2019