• Beranda
  • Berita
  • BATAN identifikasi polutan di tanah dengan teknologi nuklir

BATAN identifikasi polutan di tanah dengan teknologi nuklir

5 Desember 2019 17:56 WIB
BATAN identifikasi polutan di tanah dengan teknologi nuklir
Penilit teknik analisa nuklir Diah Dwiana berdiri di samping mesin analisa menggunakan teknologi nuklir di kantor BATAN, Bandung, Jawa Barat, Kamis (5/12) (ANTARA/Prisca Triferna)
Setelah berhasil mengidentifikasi polutan yang mencemari udara, peneliti teknik analisis nuklir Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) akan mencoba untuk menganalisis sampel tanah untuk membuat basis data untuk kandungan tanah di Indonesia.

"Kita ingin (menganalisa) tanah sebenarnya tahun depan. Mudah-mudahan kita didukung karena kita ingin sebenarnya membuat seperti database status tanah di Indonesia," ujar peneliti teknik analisis nuklir Diah Dwiana ketika ditemui di laboratorium BATAN di Bandung, Jawa Barat pada Kamis.

Sebelumnya, para peneliti teknik analisis nuklir BATAN berhasil menggunakan teknologi nuklir untuk membantu mengidentifikasi polutan yang mencemari udara di Indonesia.

Dengan menganalisis sampel debu, BATAN dapat mengidentifikasi polutan udara dengan ukuran kurang dari 2,5 mikrometer, bahkan bisa membantu mencari sumber-sumber yang menjadi penyebabnya entah akibat kejadian alam seperti gunung berapi atau produksi dari kegiatan manusia.

Dalam analisis itu, BATAN bahkan dapat mengidentifikasi kandungan logam berat di udara yang jika dihirup dapat menimbulkan efek samping negatif terhadap manusia, terutama anak-anak yang lebih rentan.

Baca juga: Teknik analisis nuklir, metode penting cari sumber pencemaran udara

Kegiatan pengambilan sampel tanah sendiri rencananya akan dimasukkan dalam prioritas riset nasional untuk tahun depan dalam bagian monitoring radiasi lingkungan, menurut Diah.

Selain berencana akan mengembangkan ke arah identifikasi polutan di tanah dengan menggunakan teknologi nuklir, BATAN juga kini terlibat dalam usaha lintas sektor untuk mengurangi stunting yang dilakukan oleh pemerintah lewat penyediaan data.

"Ikut kontribusi penurunan secara langsung tidak, karena direct itu sulit. Karena stunting itu salah satu indikasi kekurangan zat gizi dan biasanya terjadi karena kehamilan ibunya sampai anak usia dua tahun. Itu kenapa riset saya fokus ke anak dua tahun," ujar Diah.

Baca juga: Revisi UU Nuklir buka peluang untuk lembaga litbang dan universitas

Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2019