"Upaya penyelamatan kami lakukan melalui observasi dan dokumentasi tradisi tersebut sejak 31 Oktober 2019 di Kampar Kiri Simalinyang, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau, dengan Flozen yakni penutur sastra lisan Bainduak Padi," kata Direktur Mancokau Music Festival 2019, Muhammad Fauzan, dalam konferensi pers yang digelar di Pekanbaru, Kamis.
Menurut Fauzan, berdasarkan penuturan Flozen, bahwa Bainduak Padi ini merupakan tradisi masyarakat Kampar saat memanen padi, sebagai wujud rasa syukur masyarakat terhadap hasil ladang (istilah masyarakat Kampar) mereka itu yang juga menghargai hasil buminya bahkan memeliharanya seperti memelihara manusia.
Ia menjelaskan, sikap ini ditandai dengan kebiasaan masyarakat yang sangat menjaga padi mereka, bahkan dalam observasi dan dokumentasi dijumpai sikap masyarakatnya yang menimang padi bak menimang (membuai, red) seorang anak.
"Dalam observasi tersebut kami ketahui bahwa tradisi ini ada suatu proses penjemputan atau "manjompuik" tujuh rumpun padi yang dipilih oleh "tukang jompuik" sebagai "putri tujuh" untuk diambil, dibacakan mantra dan syair, bahkan diazankan dengan azan subuh, hingga kemudian ketujuhnya disimpan di lumbung padi terbawah untuk dijadikan "induk" atau bibit padi pada penanaman berikutnya," katanya.
Sedangkan hasil observasi tradisi Bainduak Padi ini, katanya, selanjutnya didokumentasikan dalam bentuk video dan tekstual, dan video musik dokumenter ini akan ditayangkan pada 10 Desember 2019 di Anjungan Seni Idrus Tintin, Kota Pekanbaru bersama tiga video hasil observasi lainnya.
Ia menjelaskan, observasi ini dilakukan terhadap kesenian dan tradisi masyarakat di sekitar empat sungai besar di Riau itu yakni dua sastra lisan yakni Bainduak Padi dari Sungai Kampar, dan Koba dari Sungai Rokan. Sedangkan untuk seni pertunjukan yakni Zapin dari Sungai Siak, dan Randai dari Sungai Kuantan. Keempat tradisi ini masuk dalam Mancokau Music Festival 2019.
"Festival ini digelar sebagai bentuk kepedulian dan kecintaan kami terhadap kebudayaan di Riau meliputi observasi, dokumentasi, serta publikasi, serta lomba untuk "design" atau penciptaan karya musik baru yang bersumber dari keempat tradisi tersebut. Dengan kegiatan ini diharapkan masyarakat dapat kembali akrab dengan tradisi-tradisi di Bumi Melayu ini," katanya.
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Riau, Raja Yoserizal Zen mengatakan, kegiatan ini sangat baik untuk memperkenalkan kembali budaya Melayu yang cenderung dilupakan oleh kawula muda.
"Oleh karenanya kami mendukung dan bangga dengan pelaksanaan festival ini tentunya pada kegiatan selanjutnya Pemprov Riau akan mengalokasikan anggaran penelitian serta anggaran penyelenggaraan kegiatan serupa pada tahun 2021 sedangkan untuk anggaran 2020 minimal dalam APBD-Perubahan," katanya.
Pewarta: Frislidia
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2019